TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum DPP Partai Nasional Demokrat (NasDem) Surya Paloh mengingat kembali masa lalunya saat masih menjadi bagian dari Partai Golkar.
Untuk diketahui, Surya Paloh pernah menjadi kader dari partai berlambang pohon beringin itu dalam jangka waktu yang cukup lama. Akhirnya, pada 26 Juli 2011, atau lima tahun lalu, ia mendirikan partai baru, Nasional Demokrat.
"Saya memiliki latar belakang karier perjalanan politik di tempat ini sebelum saya mendirikan Partai NasDem, suasana kebatinan ini saya rasakan, saya disambut dengan kegembiraan oleh Bung Setya Novanto. Saya bilang, boleh enggak saya sering kemari," ujar Surya Paloh dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Kantor DPP Golkar, Slipi, Jakarta Barat, Kamis, 17 November 2016.
Kedatangan Surya Paloh di kantor lamanya itu bukan tanpa tujuan. Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham menuturkan hari ini Golkar dan NasDem telah duduk bersama dalam rapat tertutup untuk membahas situasi politik terkini dan sejumlah isu bangsa lainnya, termasuk dukungan keduanya atas pencalonan Gubernur DKI Jakarta nonaktif dalam pemilihan kepala daerah 2017.
"Ada lima poin kesepakatan dalam hal ini NasDem dan Golkar. Bagaimanapun, stressing point kami adalah membangun kesadaran anak bangsa, bukan hanya institusi formal dan pemerintah, melainkan kita semua," ucap Idrus.
Menurut Idrus, kedua partai berkomitmen menaruh perhatian lebih serius terhadap masalah kebangsaan yang masih memerlukan penguatan. Ketua Umum Partai Golkar Setya Novanto menambahkan, mereka sepakat untuk melakukan berbagai bentuk koordinasi demi kepentingan bangsa dalam menjawab tantangan ke depan.
Termasuk dalam perkara penistaan agama yang dilakukan calon gubernur yang mereka dukung, keduanya meminta, khususnya kepada para ulama, untuk mengawal proses yang ada. "Proses hukum yang dibuka secara transparan, yang tentu sudah kita serahkan kepada institusi secara adil dan terbuka, apa pun hasilnya, kami terima dengan sebaik-baiknya," ucap Setya.
DESTRIANITA