TEMPO.CO, Jakarta - Sejumlah organisasi mahasiswa lintas agama dari Islam, Kristen, Katolik, Hindu, dan Buddha menyatakan sikap tegas terhadap dua isu yang saat ini mencuat. Kedua isu tersebut adalah kasus pengeboman gereja di Samarinda dan dugaan penistaan agama oleh Gubernur nonaktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok.
“Kami mengutuk keras kejadian di Samarinda dan mempertegas kasus Ahok adalah persoalan individu, bukan persoalan politik,” kata Ketua Umum Pengurus Besar Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Aminuddin Ma'ruf di Jakarta, Senin malam, 14 November 2016.
Aminuddin mengatakan pengeboman di Samarinda secara nyata adalah bentuk radikalisme. Pihaknya menegaskan bahwa radikalisme adalah musuh bersama, bukan hanya umat Islam.
Ketua Umum Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia Sahat Sinurat mengatakan sedikitnya empat orang anak menjadi korban pengeboman molotov di Gereja Oikumene, Sengkotek, Samarinda. Ia meminta pemerintah lebih tegas menegakkan hukum. Tidak hanya kepolisian, tapi juga meminta kepada Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan serta Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia turun tangan.
Sementara untuk kasus Ahok, Ketua Umum Himpunan Mahasiswa Islam Mulyadi Tamsir mengatakan tidak akan mengaitkan persoalan itu ke ranah politik. Ia mengajak masyarakat secara khusus menyoroti kasus Ahok merupakan persoalan individu dan tidak berkaitan dengan agama yang dianut.
Mulyadi mengatakan pihaknya menunggu gelar perkara kasus Ahok yang digelar besok. Ia mendesak kepolisian tetap profesional dan independen. “Yang penting memenuhi keadilan bagi rakyat,” katanya.
Pernyataan sikap tersebut diikuti oleh delapan organisasi lintas agama. Kedelapan organisasi tersebut adalah Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam, Perhimpunan Mahasiswa Katholik Republik Indonesia, Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah, Keluarga Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia, dan Himpunan Mahasiswa Budhis Indonesia.
DANANG FIRMANTO