TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto, membenarkan adanya evaluasi program deradikalisasi dalam rapat koordinasi yang digelar di kantornya, Senin sore, 14 November 2016. Rapat tersebut dihadiri sejumlah menteri dan kepala lembaga negara yang berada di bawah koordinasi Kemenkopolhukam.
"Ya itu, kembali semuanya dibahas. Perkembangan situasi di daerah, di pusat juga dibahas, namanya juga rapat reguler," ujar Wiranto saat ditanyai di depan kantornya, Senin, 14 November 2016.
Wiranto mengatakan, rapat koordinasi tersebut dilakukan untuk membahas perkembangan situasi. Teror bom di Gereja Oikumene, Samarinda, Ahad, 13 November 2016, menjadi salah satu topik yang dibahas dalam rapat tersebut.
"Kami carikan solusinya kalau itu masalah, kami dorong kalau itu satu perkembangan yang positif. Lalu diberi feedback langkah ke depan bagaimana," tutur Wiranto.
Baca: Ini Kata Tetangga Soal Juhanda Pelaku Bom Gereja Oikumene
Terkait kasus terorisme, Wiranto menyebut pemerintah tengah mengupayakan soft approach atau pendekatan yang bersifat sosial dan religius dalam upaya menangkal aksi radikal. "Yang melakukan teror kan saudara kita juga, warga Indonesia, yang barangkali khilaf, dicekoki ideologi lain," ujarnya.
Purnawirawan Jenderal TNI ini berpendapat deradikalisasi membutuhkan proses. Para pelaku teror, kata dia, kerap berpikir soal adanya ketidakadilan. "Itu yang kita sadarkan, bahwa keadilan sedang kita cari, sedang kita bangun, enggak bisa terus ujug-ujug (tiba-tiba) jadi, kita perlu kesabaran," ucap Wiranto.
Baca: Pelaku Bom Samarinda Pernah Ledakkan Bom di Serpong
Di Mabes Polri, upaya deradikalisasi dinilai belum efektif. Kepala Divisi Humas Polri, Inspektur Jenderal Boy Rafli Amar menyampaikan Polri dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme berencana mengevaluasi program tersebut. Rencana ini dikemukakan setelah teror bom yang terjadi di Samarinda yang dilakukan oleh mantan narapidana terorisme setelah menjalani hukuman.
Adapun Kapolri Jenderal Tito Karnavian dan Kepala BNPT Komisaris Jenderal Suhardi Alius menolak diwawancarai soal insiden bom tersebut. Usai pertemuan di kantor Wiranto, keduanya menghindari awak media.
YOHANES PASKALIS