TEMPO.CO, Bojonegoro - Petani di Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur, punya kiat untuk memberantas hama tikus. Caranya, pemerintah diminta membeli tikus Rp 2.000 hingga Rp 3000 per ekornya, ke petani yang bisa menangkap binatang pengerat itu.
Permintaan petani ini disampaikan saat dialog publik antara masyarakat dengan pejabat Pemerintah Bojonegoro di Pendopo, Jumat, 11 November 2016. Alasannya, dengan membeli tikus hasil tangkapan, bisa merangsang warga membantu memberantas hama tanaman padi itu.
“Kami berharap tikus tangkapan bisa dibeli,” ujar Kusnan, salah satu petani di Bojonegoro, Jumat, 11 November 2016.
Pada musim hujan November 2016, petani di 28 kecamatan di Bojonegoro, memasuki awal musim tanam pertama. Sebagian, tanaman padi berumur tak lebih dari satu bulan lamanya.
Areal pertanian banyak berada di kecamatan yang dilewati Sungai Bengawan Solo dan juga di aliran anak sungai. Seperti di Kecamatan Kanor, Kalitidu, Trucuk, Malo, Dander, Padangan, Purwosari, Kasiman dan juga di Baureno.
Namun, dampak musim hujan, hama seperti tikus mengganas di beberapa tempat. Misalnya di Dander, Kanor, Trucuk dan Kapas. Tikus menyasar pada akhir musim panen pertengahan Oktober lalu.
Lebih dari 73 hektare tanaman padi siap panen disasar tikus. Jumlah tanaman padi yang diserang tikus, bisa bertambah, terutama di Bojonegoro bagian selatan. “Sudah meresahkan,” imbuh Kusnan.
Kepala Dinas Pertanian Bojonegoro, Ahmad Djupari, mengatakan, pihaknya kini mengembangkan burung hantu untuk memberantas hama tikus. Beberapa desa di Kecamatan Kapas, sudah mengembangbiakkan burung pemakan daging ini.
Dari 16 pasang burung hantu, jumlahnya naik terus.”Ya, desa lain, petaninya juga pelihara burung ini,” ujarnya di Pendopo Kabupaten Bojonegoro, Jumat, 11 November 2016.
Dia menyebut, tikus berkembangbiaknya sangat cepat. Tikus melakukan reproduksi pada usia dua hingga tiga bulan masa hidupnya, tikus betina mengalami masa kehamilan selama 19 hingga 21 hari.
Seekor tikus betina bisa melahirkan lima hingga 10 ekor anak. Dalam waktu satu tahun, bisa melahirkan hingga 10 kali. Lalu setelah melahirkan, tikus akan kawin lagi setelah dua hari. “Jadi, cepat sekali,” imbuhnya.
Dinas Pertanian Bojonegoro juga meminta petani untuk membudayakan penangkapan tikus dengan cara gropyokan. Yaitu, menyirami lubang tikus dengan air panas, dan saat tikus keluar dipukul beramai-ramai. Gropyokan di dua desa di Kecamatan Kanor, Bojonegoro, lima bulan lalu berhasil menangkap tiga kwintal tikus.
SUJATMIKO
Baca juga:
Ucapan Penjual Kopiah Ini Bikin Jengkel Sultan Yogyakarta
Dihadang Setiap Blusukan, Ahok: Kenapa Pakai Cara Barbar?
Kasus Ahok Terus Diusut, Ini Harapan Jokowi