TEMPO.CO, Yogyakarta - Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X ternyata punya cerita menjengkelkan sekaligus lucu tentang komunitas orang Jawa di Suriname, Amerika Selatan. Pengalaman itu diungkapkan Sri Sultan dalam Kongres Bahasa Jawa VI di Hotel Inna Garuda, Rabu lalu, 9 November 2016.
Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta itu di atas panggung kongres bercerita pernah disebut kepalanya hanya dengan sebutan endhasmu saat bertemu dengan Komunitas Jawa di Suriname. “Kurang ajar memang,” kata Sultan, menahan jengkel dan tawa.
Ceritanya, saat berkunjung ke sebuah pemukiman orang Jawa di Suriname, Sultan masuk ke sebuah toko yang menjual kopiah. Ia lalu menanyakan ukuran kopiah yang sesuai dengan kepalanya, yaitu 9. Lantaran ukuran kopiah yang ada hanya 8, ukuran itu terlalu kecil bagi Sultan. “Lha mbok sirahmu sing dicilike,” kata Sultan, menirukan si penjual yang langsung disambut tawa peserta kongres yang berasal dari Yogyakarta, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Suriname.
Cerita unik mengenai bahasa orang Jawa di Suriname juga dialami Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo. “Pak, omahmu neng endi? (Pak, rumahmu di mana?)” orang Suriname tersebut bertanya sebagaimana ditirukan Ganjar saat diskusi pleno dalam Kongres Bahasa Jawa VI itu.
Tentu saja bahasa yang digunakan oleh orang Jawa di Suriname itu membuat Ganjar terkejut. Menurut dia, bahasa yang digunakan tak sesuai dengan unggah-ungguh atau tata krama berbahasa. Lantaran menggunakan bahasa Jawa ngoko alias kasar. “Seperti nanya sesama preman pasar,” Ganjar berceletuk dan memancing tawa peserta kongres.
Tak mau ikut-ikutan menjadi preman pasar, Ganjar pun menjawab dengan bahasa Jawa krama halus. Sebagaimana layaknya tata krama berbahasa orang Jawa dengan orang yang baru dikenal. Namun orang yang diajak bicara hanya terdiam. “Ternyata enggak mudheng. Mereka memang hanya bisa bicara dengan ngoko,” kata dia.
Pada Agustus 2005, Sri Sultan melakukan lawatan ke Suriname selama tiga hari. Sri Sultan menjadi tamu kehormatan perayaan imigrasi orang Jawa ke Suriname. Pada Selasa 9 Agustus, tepat 115 tahun lalu buruh kontrak Jawa pertama tiba ke Suriname yang waktu itu juga masih merupakan jajahan Belanda. Pada 2005 itu, ada sekitar 80 ribu orang Jawa di Suriname, di samping orang Hindustan, Cina, Kreol, Indian dan Eropa.
Orang-orang Jawa Suriname yang sudah lanjut usia berharap bisa menginjakkan kaki di bumi leluhur. Tetapi generasi mudanya tidaklah demikian. Karena itulah muncul jurang perbedaan bahasa antara dua generasi Jawa di Suriname.
Dalam kesempatan itu, Sri Sultan mengungkapkan kesannya soal komunitas Jawa di Suriname seperti dikutip Radio Nederland Seksi Indonesia, "Saya kira bagi kehidupan manusia Jawa, di manapun berada, akan sama. Sehingga saya tidak punya kesan akan terjadi perbedaan dalam menafsirkan segala sesuatu yang berkait dengan tradisi. Perkara ada keterbatasan, perkara bahasa dan sebagainya, saya sadar sepenuhnya, karena memang jauh dari sumbernya. Jadi semestinya perbedaan, kekurangan itu pasti ada. Dan itu harus dipahami. Bukan sesuatu yang salah."
PITO AGUSTIN RUDIANA | DH
Baca juga:
Kalla Dukung Polisi Tahan Anggota HMI, Ini Alasannya
Sofjan Wanandi: Jangan Percaya 100 Persen Omongan Trump
Kabar Demo 25 November, JK: Mungkin Respons Pemeriksaan Ahok