TEMPO.CO, Jakarta - Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif, lembaga swadaya masyarakat (LSM) peneliti konstitusi-politik, menyatakan 22 pasal dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum (Pemilu) bertentangan dengan konstitusi (inkonstitusional). Ketua KoDe Inisiatif Veri Junaidi mengatakan pasal inkonstitusional itu ditemukan setelah tim lembaganya menyisir putusan Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2003-2016.
"Ada 111 putusan MK tentang kepemiluan, 24 putusan di antaranya mengabulkan permohonan," kata Veri di Kedai Kopi Deli, Jakarta, Kamis, 3 November 2016.
Baca pula:
Baru Terbentuk, Pansus RUU Pemilu Dikejar Tenggat
DPR Terima RUU Pemilu dari Pemerintah
Veri menyebutkan indikator inkonstitusional pada pasal-pasal di dalam RUU itu merujuk pada putusan MK yang membatalkan pasal tersebut. "Namun pemerintah mencoba menghidupkan kembali lewat perubahan undang-undang," tuturnya.
Setidaknya ada sembilan isu yang menurut Veri krusial. Yaitu tentang penyelenggara, syarat calon, sistem pemilu, keterwakilan perempuan, dan syarat pengajuan calon presiden oleh partai politik.
Selain itu, tentang larangan kampanye di masa tenang, ketentuan sanksi kampanye, waktu pemilu susulan, dan putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP).
Peneliti KoDe Inisiatif, Adelina Syahda, mengatakan temuan itu menunjukkan RUU Penyelenggaraan Pemilu disinyalir cacat hukum. "Dewan Perwakilan Rakyat harus mempertimbangkan putusan MK dalam menyusun daftar inventaris masalah," ujarnya.
Adapun DPR sudah membentuk panitia khusus (pansus) untuk membahas draf RUU tentang Penyelenggaraan Pemilihan Umum. Draf tersebut merupakan penyatuan tiga aturan: Undang-Undang (UU) Pemilu Legislatif, UU Pemilu Presiden dan Wakil Presiden, serta UU Penyelenggaraan Pemilu.
ARKHELAUS W.
Baca juga:
Ribuan Umat Islam Tegal Batal Demo ke Jakarta
Peserta Demo 4 November Mulai Berdatangan ke Masjid Istiqlal
Begini Taktik Pasukan Asmaul Husna Hadapi Demo 4 November