TEMPO.CO, Jakarta - Ahli hukum tata negara, Yusril Ihza Mahendra, mengatakan rencana unjuk rasa gabungan organisasi masyarakat Islam pada Jumat, 4 November 2016, seharusnya tidak perlu terjadi jika negara menegakkan hukum dengan keadilan dan kepastian. Pasalnya, rencana unjuk rasa itu adalah buntut ucapan Gubernur non-aktif DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dianggap menistakan umat Islam.
Dugaan penistaan agama juga dikuatkan pernyataan Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang menyebutkan pernyataan Ahok itu sebagai penistaan terhadap Islam. Tekanan semakin kuat karena aparat penegak hukum dinilai kurang sigap, bahkan dianggap cenderung melindungi Ahok. "Maka timbullah tekanan agar Ahok segera diperiksa, bahkan ditangkap," kata Yusril dalam pesan tertulisnya, Selasa, 1 November 2016.
Namun yang terjadi, kata Yusril, Ahok malah datang ke Bareskrim bukan karena dipanggil untuk diperiksa, tapi atas inisiatifnya sendiri untuk memberi klarifikasi. Menurut Yusril, inisiatif seperti itu tak dikenal dalam hukum acara. Rencana unjuk rasa itu adalah akumulasi ketersinggungan dan kemarahan sebagian umat Islam karena ucapan Ahok sebelumnya yang juga sering menyinggung agama secara tidak pada tempatnya.
Namun Yusril tidak menutup kemungkinan akumulasi kejengkelan ini dapat pula dimanfaatkan untuk beragam kepentingan politik sesaat yang berada di luar agenda kepentingan umat Islam. Meskipun Ahok sudah minta maaf, kata Yusril, gaya bahasanya justru dinilai kurang tulus. Yusril menganggap Ahok tidak merasa bersalah, apalagi menyesal atas ucapannya.
Menurut Yusril, Ahok hanya meminta maaf karena ucapannya menimbulkan kegaduhan, bukan mengaku salah dan menyesal atas ucapannya. "Permintaan maaf seperti itu tidak meredakan kejengkelan. Eskalasi kejengkelan malah makin besar," ujarnya. Meski unjuk rasa untuk menuntut sesuatu adalah hak setiap orang, demonstrasi harus dilakukan dengan cara-cara yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
Yusril Ihza Mahendra menilai ada hal lain yang tersimpan dalam pengerahan satu juta umat itu. Pasalnya, jika hanya Ahok sendirian, tidak akan ada apa-apanya. "Tapi diduga ada kekuatan besar di balik Ahok yang tidak dapat ditembus dengan imbauan dan permintaan, melainkan harus melalui tekanan unjuk rasa besar-besaran dengan segala risiko yang mungkin terjadi," tuturnya.
LARISSA HUDA
Baca Juga
Pengadilan Tinggi Ringankan Hukuman Penyuap Damayanti
Begini Cerita Pertemuan SBY dengan Wiranto