TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur Bank Indonesia Agus Martowardojo membantah menerima aliran dana dari hasil korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP). Ia mengatakan tudingan yang dilontarkan mantan Bendahara Umum Demokrat, Muhammad Nazaruddin, itu adalah fitnah belaka.
"Kalau betul Nazar mengatakan saya menerima fee atau menerima aliran dana, saya menyampaikan itu fitnah dan bohong besar," kata Agus setelah menjalani pemeriksaan sebagai saksi kasus korupsi e-KTP di gedung KPK, Selasa, 1 November 2016.
Sebelumnya, Nazar mengatakan banyak pihak yang terlibat dalam kasus korupsi e-KTP, dari pejabat setingkat direktur jenderal, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi, sampai Agus Martowardojo. Agus diduga memuluskan proyek yang berjalan pada 2011-2012 itu. “Ada dana mengalir ke sana,” kata Nazar di gedung KPK, Selasa malam, 18 Oktober 2016.
Nazar mengatakan anggaran pengadaan proyek e-KTP multiyears saat itu tidak akan berjalan tanpa persetujuan Agus. Sebab, kata dia, persetujuan utama proyek tersebut berasal dari Menteri Keuangan yang ketika itu dijabat Agus. Ia juga menyebutkan ada pertemuan-pertemuan yang dilakukan Agus untuk melancarkan penganggaran proyek e-KTP.
Agus menjelaskan, dalam sistem anggaran negara, Kementerian Keuangan lebih bertanggung jawab terhadap permintaan penganggaran, pengujian, serta pencatatan penganggaran. Sedangkan dalam pengadaan e-KTP, yang bertanggung jawab atas perencanaan, pelaksanaan, serta pertanggungjawaban adalah Kementerian Dalam Negeri.
Baca:
Jokowi Pernah Jatuh Tertimpa Kuda
Kumpulkan 35 Pemred, Jokowi Ceritakan Kemarahannya
Polisi Tak Yakin Demo 4 November Akan Diikuti 500 Ribu Orang
Meski dituding menerima uang, Agus mengatakan ia tak akan mengambil langkah hukum untuk memidanakan Nazar. Namun ia meminta Nazar menghentikan fitnah kepada dirinya. "Itu bohong besar, fitnah, dan sebaiknya kalau ada yang melakukan itu, dia cepat sadar karena tidak bagus kalau sudah terpidana melakukan fitnah," ucapnya.
Dalam perkara ini, KPK sudah menetapkan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman serta Direktur Pengelola Informasi dan Administrasi Kependudukan Dirjen Dukcapil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka. Keduanya diduga menyalahgunakan wewenang sehingga menyebabkan kerugian keuangan negara sebesar Rp 2 triliun.
MAYA AYU PUSPITASARI