Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Mbah Maridjan Ternyata Menolak Tanggul Erupsi Gunung Merapi  

Editor

Mustafa moses

image-gnews
Mbah Maridjan, juru kunci Merapi, berbincang dengan seorang relawan di rumahnya di Kinahrejo, Umbulharjo, Sleman, Yogyakarta, sehari sebelum meletusnya Gunung Merapi, (25/10). TEMPO/Arif Wibowo
Mbah Maridjan, juru kunci Merapi, berbincang dengan seorang relawan di rumahnya di Kinahrejo, Umbulharjo, Sleman, Yogyakarta, sehari sebelum meletusnya Gunung Merapi, (25/10). TEMPO/Arif Wibowo
Iklan

TEMPO.CO, Yogyakarta - Mantan juru kunci Gunung Merapi Raden Ngabehi Surakso Hargo atau yang lebih dikenal dengan nama Mbah Maridjan, ternyata pernah menentang pembangunan sabo dam di kawasan lereng gunung api itu. Sabo dam adalah tanggul dan bak yang akan menampung lungsuran material dari mulut gunung.

Mbah Maridjan menilai sabo dam menghalangi aliran material Merapi yang turun saat erupsi terjadi. Hal tersebut diungkapkan penulis buku Melacak Mitos Merapi: Peka Bencana, Kritis Terhadap Kearifan Lokal, Ibnu Subiyanto, dalam acara diskusi Refleksi Letusan Merapi 2006 dan 2010 di Bambino’s Café Yogyakarta, Jumat, 28 Oktober 2016.

“Merapi kalau mau membuat jalan akan jalan sendiri. Tidak perlu ditutupi dam. Itu harus dibongkar,” kata Ibnu menirukan perkataan Mbah Maridjan kala itu. Ibnu adalah mantan Bupati Sleman. Mbah Maridjan meninggal pada Oktober 2010, saat Gunung Merapi meletus.

Saat itu, Ibnu bertemu Mbah Maridjan ketika meninjau proyek di Merapi sekitar 2001. Persoalannya, negara akan rugi apabila hasil proyek pemerintah pusat itu dibongkar.

Protes Mbah Maridjan itu pula yang menjadi alasan Ibnu menulis buku tentang Merapi yang diterbitkan Galang Press itu. Penulisan buku dilakukan dengan tulis tangan ketika Ibnu berada di dalam penjara di Lembaga Pemasyarakatan Sleman di Cebongan.

Ibnu ditahan karena terlibat kasus korupsi buku di Sleman dan divonis empat tahun penjara pada 2010. “Saya heran, mengapa Mbah Maridjan menghalangi? Saya mau bongkar mitos itu,” kata Ibnu.

Menjelang erupsi Merapi pada 2006, Ibnu pun pernah bertemu seorang kakek tua di Gunung Kendhil. Dia menanyakan ihwal wedhus gembel yang menjadi karakter tiap kali Merapi erupsi. “Simbah itu bilang, kalau di puncak itu kelihatan jengger (seperti daging warna merah di kepala ayam jago), berarti ada air panas (lahar),” ujar Ibnu.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Perkataan laki-laki tua yang tak kasat mata itu pun dicoba dibuktikan. Ibnu melihat bahwa setiap kali wedhus gembel atau awan panas akan turun, maka diawali dengan turunnya lahar panas berwarna merah dari puncak Merapi. Hal itu menjadi penanda bagi ilmuwan dan masyarakat untuk waspada terhadap erupsi gunung api aktif tersebut.

Dari mitos-mitos yang dibangun masyarakat sekitar lereng Merapi itu, Ibnu menyimpulkan bahwa mitos adalah aturan main yang dibangun nenek moyang atas kejadian masa lalu. Pada dasarnya, mitos pun dibangun secara ilmiah karena berdasarkan pengalaman empiris. “Mitos yang menjadi regulasi itu dibuat karena masyarakat bodoh. Susah diberi pemahaman,” kata Ibnu.

Mantan Kepala Badan Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Subandriyo pun tidak menampik supranatural menjadi salah satu pendekatan untuk proses mitigasi bencana, selain pendekatan keilmuan. Supranatural memahami fenomena alam terjadi karena ada aktor yang menggerakkan.

Sedangkan keilmuan melihat alam mengalami proses natural yang digerakkan hukum alam. “Dua pendekatan itu mempunyai tujuan yang sama, yaitu untuk menyelamatkan manusia dari ancaman bencana. Bukan masalah percaya tak percaya ,” kata Subandriyo.

Sebagai ilmuwan, Subandriyo tetap menggunakan pendekatan keilmuan dalam merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan dalam mitigasi bencana. Meskipun, pengalaman supranatural tidak menutup kemungkinan juga dialami. “Saya harus konsisten dengan kaidah ilmu alam. Kalau ilmu itu salah, bisa dikaji ulang,” kata Subandriyo.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

1 hari lalu

Kampung Wisata Purbayan Kotagede Yogyakarta. Dok. Istimewa
Tak Hanya Malioboro, Tiga Kampung Wisata di Yogyakarta Ini juga Dilirik Wisatawan saat Libur Lebaran

Tiga kampung wisata di Kota Yogyakarta ini paling banyak didatangi karena namanya sudah populer dan mendapat sederet penghargaan.


Libur Lebaran Hampir Selesai, Sleman Siapkan Sederet Event untuk Dongkrak Jumlah Wisatawan

4 hari lalu

Atraksi jathilan di Sleman, DI Yogyakarta. Dok. Istimewa
Libur Lebaran Hampir Selesai, Sleman Siapkan Sederet Event untuk Dongkrak Jumlah Wisatawan

Sleman menggelar sejumlah atraksi, mulai dari kesenian tradisional hingga pentas musik pada 13 hingga 15 April 2024.


Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

12 hari lalu

Alat Peraga Manual Pump di Kampung Kerajinan Taman Pintar Yogyakarta. (Dok. Istimewa)
Mengintip Wahana Baru di Taman Pintar Yogyakarta saat Libur Lebaran

Dua alat peraga baru di Taman Pintar Yogyakarta di antaranya multimedia berupa Videobooth 360 derajat dan Peraga Manual Pump.


Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

16 hari lalu

Karcis parkir yang diberi tempelan jasa titip helm di Kota Yogyakarta. (Dok: media sosial)
Viral Karcis Parkir Resmi Ditempeli Tambahan Biaya Titip Helm, Dishub Kota Yogyakarta Bakal Bertindak

Dalam foto yang beredar, terdapat tambahan karcis tidak resmi untuk penitipan helm yang membuat tarif parkir di Yogyakarta membengkak.


Pasar Takjil Lereng Gunung Merapi Disiapkan Jadi Embrio Festival Kuliner Libur Lebaran

19 hari lalu

Suasana Pasar Takjil Kaliurang di lereng Gunung Merapi Sleman Yogyakarta yang berlangsung 29-31 Maret 2024. (Dok. Istimewa)
Pasar Takjil Lereng Gunung Merapi Disiapkan Jadi Embrio Festival Kuliner Libur Lebaran

Pasar takjil di Kaliurang lereng Gunung Merapi akan diubah menjadi Festival Kuliner Kaliurang selama libur Lebaran.


Banyak Jalur Rawan di Sleman Yogyakarta, Jembatan Lereng Merapi Diusulkan Dihapus dari Google Maps

21 hari lalu

Kawasan wisata Tebing Breksi di Sleman, Yogyakarta. TEMPO | Pribadi Wicaksono
Banyak Jalur Rawan di Sleman Yogyakarta, Jembatan Lereng Merapi Diusulkan Dihapus dari Google Maps

Pemudik dan wisatawan diminta cermat memilih jalur yang aman saat ke Sleman, Yogyakarta, tak semata mengandalkan Google Maps.


Awan Hujan Minim, Kondisi Perairan Selatan Yogyakarta Juga Diprediksi Lebih Ramah Pekan Ini

30 hari lalu

Gunung Merapi di Yogyakarta. Dok. BPPTKG Yogyakarta.
Awan Hujan Minim, Kondisi Perairan Selatan Yogyakarta Juga Diprediksi Lebih Ramah Pekan Ini

Wisatawan yang berencana melancong ke Yogyakarta pekan ini diprediksi dapat menikmati kondisi cuaca yang lebih cerah dibanding pekan lalu.


BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

36 hari lalu

Wisatawan mengunjungi objek wisata Pantai Parangkusumo di Bantul, DI Yogyakarta, Jumat 1 Januari 2021. Pascapenutupan kawasan wisata pantai selatan Yogyakarta pada malam pergantian tahun baru, pengunjung memadati kawasan tersebut untuk menghabiskan libur tahun baru meskipun kasus COVID-19 di Yogyakarta terus meningkat. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
BMKG Yogyakarta Keluarkan Peringatan Cuaca Ekstrem, Wisatawan Perlu Waspada saat ke Pantai

Seorang wisatawan asing asal Hungaria juga dilaporkan sempat terseret ombak tinggi saat sedang melancong di Pantai Ngandong, Gunungkidul, Yogyakarta.


Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

42 hari lalu

Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara simbolik melakukan penutupan TPA Piyungan pada awal Maret 2024. TPA Piyungan selama ini menampung sampah dari Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman dan Bantul. (Dok. Istimewa)
Yogyakarta Tutup TPA Piyungan, Bagaimana Pengelolaan Sampah Destinasi Wisata Itu di Masa Depan?

Penutupan TPA Piyungan diharapkan bakal menjadi tonggak perubahan dalam pengelolaan sampah di Yogyakarta.


Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

43 hari lalu

Sejumlah karya industri kreatif dipamerkan di Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) di Yogyakarta.  (Dok. Istimewa)
Sokong Wisata Berkualitas, Yogyakarta Bentuk Ekosistem Kota Kreatif

Yogyakarta memiliki unsur 5K yaitu Kota, Korporasi, Komunitas, Kampung dan Kampus, yang jadi modal mewujudkan Yogyakarta sebagai Kota Kreatif.