TEMPO.CO, Malang -- Bupati Malang Rendra Krena mengaku sering menerima pengaduan masyarakat termasuk para Pegawai Negeri Sipil (PNS) yang menjadi korban pungutan liar. Pengaduan terbanyak melalui pesan pendek ke telepon seluler. "Rata-rata SMS tak bisa ditindaklanuti," katanya, Kamis 27 Oktober 2016.
Rendra berharap agar laporan atau pengaduan dilakukan secara tertulis agar mudah ditindaklanjuti. Dia meminta laporan disertai dengan nama pelaku dan jenis pelanggaran. Dia memastikan jika identitas pelapor akan dilindungi.
Laporan sebagian besar mengenai pungutan atau biaya yang dikenakan di luar ketentuan kepada PNS saat mutasi, kenaikan pangkat dan pensiun. Besaran pungutan, katanya, antara Rp 300-500 ribu. Atas laporan itu, ada PNS yang dijatuhi sanksi administrasi.
Sanksi, katanya, sesuai Undang Undang Aparatur Sipil Negara (ASN) dilakukan secara bertahap. Mulai teguran, peringatan tertulis sampai pemecatan. Sesuai sikap Presiden, kata Rendra, dilarang ada pungutan liar sepeserpun.
Rendra memastikan jika selama ini pengawasan terkait pungutan liar sangat ketat. Dia mengaku berulangkali menyampaikan kepada guru dan PNS lain jika proses mutasi, kenaikan gaji dan pangkat secara berkala tak ada pungutan apapun dari BKD. "Jika ada pungutan ditindak," katanya.
Pemerintah Kabupaten Malang juga tengah menyiapkan satuan tugas pemberantasan pungli di lingkungan Kabupaten Malang. Satgas diketuai Wakil Bupati Malang, M. Sanusi. "Tiga hari lalu saya terima surat dari Gubenur Jawa Timur untuk membentuk Satgas," katanya.
Sebelumnya, Kepala Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Kabupaten Malang, Suwandi ditangkap polisi karena diduga memeras atau menerima suap, Rabu malam 26 Oktober 2016. Polisi menyita uang sebesar Rp 3 juta untuk mutasi pegawai dari Kabupaten Malawi, Kalimantan Barat ke Malang. Transaksi pemberian uang diberikan tiga tahap, tahap pertama Rp 10 juta, kedua Rp 5 juta dan terakhir Rp 3 juta hingga akhirnya ditangkap.
EKO WIDIANTO