TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo menunjukkan kejengkelan kepada kepala-kepala daerah. Di depan puluhan kepala daerah di Istana Kepresidenan, dari gubernur sampai wakil gubernur, Jokowi mengaku kesal karena kasus pungutan liar dan sulitnya perizinan masih marak di daerah.
"Keluhan soal pungli masih banyak ke saya. Ini persoalan yang harus diselesaikan. Pungli telah membuat masyarakat kita susah untuk mengurus sesuatu," ucap Jokowi saat membuka rapat koordinasi kepala daerah di Istana Kepresidenan, Kamis, 20 Oktober 2016.
Terkait dengan pungli, tutur Jokowi, kepala daerah tidak boleh melihat kasus dari besar pungutannya. Jokowi berujar, mau pungutan itu bernilai ribuan atau jutaan, itu tetap harus dibasmi. Sebab, jika dibiarkan, akan semakin parah dan semakin dianggap wajar oleh masyarakat.
Jokowi berharap tiap kepala daerah memiliki terobosan atau strategi untuk mengurangi pungli. Jika inovasi itu dipadukan dengan operasi Saber (Sapu Bersih) Pungli, Jokowi yakin pungli tidak akan ada lagi di lembaga-lembaga pemerintah.
"Apa pun yang berkaitan dengan pungutan tidak resmi, mulai kurangi dan hilangkan. Kalau kita bersatu padu, operasi Saber Pungli bisa efektif," ujar Jokowi.
Terkait dengan sulitnya perizinan, Jokowi mengklaim ada ribuan keluhan dari banyak pihak. Keluhan terbaru datang tadi pagi ketika sejumlah pebisnis dari Amerika Serikat berkunjung ke Istana Kepresidenan untuk menjajaki kerja sama baru.
Keluhan terbaru yang ia terima, kata Jokowi, adalah banyaknya izin yang harus diurus untuk hal yang sederhana. Bahkan, ucap dia, syarat dan rekomendasi pun sampai dijadikan izin.
"Tadi ada yang ngeluh hitung izin sampai 2.000 lembar. Kalau dari pusat hingga daerah, totalnya bisa sampai 20 ribu. Lama-lama investor enggak akan tahan," ujar Jokowi.
Jokowi meminta para kepala daerah memanggil para kepala dinas dan menegaskan kembali perlunya penyederhanaan perizinan. Jika hal itu dibiarkan, tutur ia, peringkat Ease of Doing Business Indonesia, yang sempat naik sebelas peringkat dari posisi 120 menjadi 109, bisa turun lagi.
"Thailand sekarang peringkatnya 49, Malaysia 18. Perlu saya ingatkan soal itu agar kembali lihat diri sendiri, izinnya sudah disederhanakan atau belum," tutur Jokowi.
Jokowi mengaku masih punya banyak keluhan lain selain dua hal itu yang berpotensi mengganggu daya saing ekonomi Indonesia. "Saya akan blakblakan kalau wartawan sudah enggak ada," ujarnya.
ISTMAN M.P.
Baca Juga:
Begini Penjelasan Gamawan Kepada KPK soal Proyek E-KTP
Perangi Pungli, Bea Cukai Gunakan PDE Berbasis Internet
Wakil Dubes AS Temui Jokowi Jajaki Kerjasama Baru