TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi kembali diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi terkait dengan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk berbasis elektronik (e-KTP) tahun 2011-2012. Gamawan mengatakan pemeriksaan hari ini adalah lanjutan dari pemeriksaan sebelumnya.
"Saya komit, kok. Udah janji dengan penyidik," kata Gamawan sebelum masuk ruang pemeriksaan gedung KPK, Kamis, 20 Oktober 2016. Ia berujar, sejak kemarin, ia ditanya penyidik KPK soal kronologi pengadaan proyek e-KTP.
Menurut Gamawan, anggaran untuk proyek e-KTP telah dibahas sebelum pengadaan proyek itu diajukan. Pembahasannya dilakukan di tempat wakil presiden bersama Menteri Keuangan saat itu, Sri Mulyani. "Jadi, kalau ada yang bilang Bu Sri Mulyani enggak ikut, itu bohong," ucapnya.
Selain diikuti Sri Mulyani, rapat perdana pembahasan anggaran e-KTP dihadiri Bappenas dan menteri-menteri terkait. Gamawan menuturkan, dalam rapat itu, ia meminta proyek ini tidak dikerjakan Kementerian Dalam Negeri. "Saya kan orang daerah, tidak tahu seluk-beluk Jakarta seperti itu," katanya.
Baca: Bantah Setor Uang ke Media, Dirut PT Kobo Minta Maaf
Setelah rancangan anggaran dasar disusun, Gamawan meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengaudit. Rancangan anggaran itu juga ia presentasikan di lembaga antikorupsi. Saat itu KPK menyarankan pengadaan proyek didampingi Lembaga Kebijakan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).
Gamawan menyetujui usul KPK. Bahkan ia meminta BPKP turut mendampingi pengadaan proyek e-KTP. Akhirnya, lelang tender pengadaan e-KTP dimulai setelah audit selesai dilakukan. Dalam pelaksanaannya, ada 15 kementerian yang masuk kepanitiaan didampingi LKPP dan BPKP. "Malah saya enggak ikut. Setelah itu, selesai tender, panitia lapor ke kami," katanya.
Gamawan mengaku tak percaya pada laporan panitia soal hasil tender e-KTP. Ia pun mengirim berkas ke BPKP dan diaudit hingga dua bulan. "Saya masih belum percaya. Sebelum kontrak ditandatangani, saya kirim lagi ke KPK berkas itu," ucapnya. Menurut Gamawan, hingga sekarang, belum ada jawaban dari KPK ihwal berkas tender yang ia berikan. Hingga tiba-tiba ia mendengar adanya kerugian negara sebesar Rp 1,1 triliun.
Baca: Polri Dalami Motif Serangan Polisi di Tangerang
Gamawan tak yakin ia kecolongan. Sebab, selama ini, ia memegang hasil audit dari berbagai lembaga yang menyatakan tak ada masalah dalam pengadaan proyek e-KTP.
KPK memulai penyidikan proyek senilai Rp 6 triliun ini pada 22 April 2014. KPK pun menetapkan Direktur Pengelola Informasi Administrasi Kependudukan Direktorat Jenderal Kependudukan dan Catatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Sugiharto sebagai tersangka pada 2014.
Pada 30 September 2016, KPK menetapkan mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian Dalam Negeri Irman sebagai tersangka baru. Irman dan Sugiharto diduga menyalahgunakan kewenangan sehingga merugikan negara hingga Rp 2 triliun.
MAYA AYU PUSPITASARI