TEMPO.CO, Kupang - Sebanyak 38 kasus pungutan liar yang terjadi di delapan instansi di Nusa Tenggara Timur selama 2016 dilaporkan ke Ombudsman NTT. Kasus pungli terbanyak terdapat di instansi kepolisian. Sisanya terdapat di Angkutan Sungai, Danau, dan Penerbangan (ASDP) cabang Kupang, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Kupang, Dinas Perhubungan, pengadilan, sekolah, pemerintah desa/kelurahan, dan Pelindo III cabang Tenau, Kupang.
"Ada 38 laporan yang masuk ke kami pada 2016 ini terkait dengan pungli," kata Kepala Ombudsman NTT Darius Beda Daton, Kamis, 20 Oktober 2016. Jumlah kasus pungli yang dilaporkan ke Ombudsman terus mengalami peningkatan setiap tahun, dari 2014 hanya 24 laporan menjadi 33 laporan pada 2015.
Dia mengatakan Ombudsman akan melakukan kontrol dengan menurunkan tim operasi tangkap tangan (OTT) yang bekerja sama dengan tim kepolisian. "Instansi atau BUMN yang memberikan pelayan publik jika didapati melakukan pungli akan segera dituntaskan dengan menggelar OTT," ujar Darius.
Pungli yang dilakukan di kepolisian, misalnya, diduga terkait dengan pungutan surat keterangan tanda lapor (SKTL) kendaraan pelat luar NTT setiap tiga bulan sekali dengan besaran Rp 150-200 ribu per surat. Pungutan berikutnya diduga saat mengambil dokumen nomor rangka kendaraan bermotor sebesar Rp 25 ribu dan surat mutasi kendaraan sebesar Rp 200 ribu. Lalu pungutan pengesahan keabsahan bukti pemilikan kendaraan bermotor (BPKB) yang dijadikan agunan bank atau lembaga kredit lain sebesar Rp 100-200 ribu di satuan lalu lintas.
Instansi lain yang juga dilaporkan melakukan pungli adalah ASDP cabang Kupang, yakni pungutan biaya bagasi yang diduga tidak sesuai dengan tarif bagasi yang dipungut saat di kapal. Pungutan tiket melebihi tarif baru dan pungutan pengangkutan alat berat untuk menggunakan ekskavator.
Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil diduga melakukan pungutan pengurusan e-KTP dan penggantian blangko yang rusak. Adapun Pelindo III Kupang diduga memungut pass masuk, yang seharusnya Rp1.150, sebesar Rp 1.500.
Menurut Darius, di sekolah juga terjadi pungli. Misalnya, biaya ujian nasional, biaya fotokopi, dan makan. Sedangkan pada pemerintah desa atau kelurahan, terjadi pungutan sembako, pengambilan kartu jaminan sosial, biaya administrasi surat pelepasan hak jual-beli tanah, biaya pengukuran, dan uang makan dalam proses sertifikasi tanah yang melibatkan aparat desa.
YOHANES SEO