TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Wali Kota Madiun Bambang Irawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi dalam proyek pembangunan Pasar Besar Madiun. Politikus Partai Demokrat itu juga diduga menerima sejumlah uang.
“KPK telah meningkatkan penyidikan sejalan dengan penetapan BI (Bambang) sebagai tersangka,” kata Wakil Ketua KPK Laode Muhamad Syarif dalam konferensi pers di kantornya, Senin, 17 Oktober 2016.
Menurut Laode, proyek pasar itu dikerjakan pada 2012 ketika Bambang masih menjabat pada periode pertamanya sebagai wali kota. Lewat perusahaannya, Bambang justru menggarap proyek senilai Rp 76,5 miliar itu. “Tersangka diduga secara langsung melakukan pemborongan, pengadaan, persewaan,” ujar Laode.
KPK mengenakan Pasal 12 huruf i, b, atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi. Pasal-pasal itu mengatur tindakan penyelenggara negara yang menerima hadiah atau janji atas tindakan yang bertentangan dengan jabatannya sekaligus melakukan pemborongan, pengadaan, atau persewaan.
Laode mengatakan, untuk mengembangkan perkara itu, tim penyidik KPK menggeledah empat lokasi di Madiun, yakni kantor dinas dan kantor pribadi, PT Cahaya Terang Satata, rumah Bambang, dan rumah milik anak Bambang. Di Jakarta, penyidik menggeledah PT Lince Romauli Raya.
Bambang Irianto membantah telah menerima sejumlah uang terkait dengan proyek pasar itu. Dia juga mengklaim pembangunan dan lelang pasar tidak bermasalah. “Intinya, saya tidak menerima suap dari pemborong,” tuturnya saat ditemui di rumah dinasnya hari ini.
Bambang mengakui tim penyidik KPK mendatangi rumahnya untuk mengklarifikasi proyek pembangunan Pasar Besar Madiun. Selain itu, penyidik menanyakan mengenai aset pribadi.
Terkait dengan perkara yang sama, Bambang mengaku pernah dimintai keterangan di gedung KPK pada Oktober 2015, menyusul pemeriksaan para pegawai pemerintah kota dua bulan sebelumnya.
MUHAMAD RIZKI | NOFIKA DIAN NUGROHO