TEMPO.CO, Semarang - Hukuman pelaku pidana pemilu di Jawa Tengah hanya divonis ringan sehingga tak menimbulkan efek jera dan keadilan. Dalam empat kali pemilu di Jawa Tengah, ada 22 orang yang divonis bersalah dalam kasus pelanggaran pidana pemilu.
“Dari jumlah itu, sebanyak 19 orang atau 86,3 persen hanya divonis hukuman percobaan,” kata Ketua Bawaslu Jawa Tengah Abhan dalam peluncuran buku karyanya berjudul Jejak Kasus Pidana Pemilu di Semarang, Kamis, 13 Oktober 2016. Adapun pelaku lainnya dihukum penjara badan dan denda dua orang (9 persen) dan dihukum denda satu orang (4,5 persen). Karena hanya dihukum percobaan, terpidana tak perlu menjalani hukuman di penjara.
Dua orang yang masuk penjara hanya dua, yakni Camat Sambirejo, Kabupaten Sragen, Suhariyanto, yang membuat keputusan menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye. Ia dihukum 1 bulan penjara. Satunya lagi adalah anggota KPPS di Sukoharjo, Sukini, dihukum 12 bulan penjara karena merusak 34 surat suara dalam Pemilu Presiden 2014.
Dia mengatakan, selama empat pemilu di Jawa Tengah, ada 19 kasus pidana pemilu yang diadili di pengadilan. Rinciannya,: Pemilihan Gubernur Jawa Tengah 2013 satu kasus, pemilihan legislatif 2014 sebanyak 12 kasus, Pemilihan Presiden 2014 sebanyak tiga kasus, dan pilkada 21 daerah di Jawa Tengah 2015 sebanyak 3 kasus.
Abhan menyatakan bentuk pelanggaran pidana pemilu di Jawa Tengah terbanyak adalah politik uang enam kasus, kepala desa kampanye tiga kasus, pegawai negeri sipil kampanye dua kasus, mencoblos lebih dari sekali dua kasus, aparat pemerintah memfasilitasi calon dua kasus, kampanye di luar jadwal satu kasus, merusak surat suara satu kasus, kampanye di tempat yang dilarang satu kasus, dan penggunaan fasilitas pemerintah satu kasus.
Dari sisi hukuman denda, para pelaku juga dihukum ringan, antara Rp 1-24 juta.
Anggota KPU, Hasyim Asy’ari, membenarkan sanksi administrasi membuat peserta pemilu ketakutan. “Mereka takut dibatalkan sehingga tak bisa ikut pemilu,” kata dia.
ROFIUDDIN