TEMPO.CO, Yogyakarta - Enam korporasi swasta nasional sukses mendirikan gedung baru Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta. Gedung lima lantai yang diklaim sebagai green building atau gedung ramah lingkungan satu-satunya di Kota Gudeg itu dinamai gedung Sinarmas, sesuai nama donatur terbesar pembangunan gedung itu.
“Kami menyumbang Rp 13 miliar,” ujar Managing Director Sinarmas G. Sulistiyanto kepada Tempo di sela acara serah terima dan penandatanganan prasasti gedung itu, Sabtu, 8 Oktober 2016.
Chairman Sinarmas Agribussiness & Foods Franky O. Widjaja dan Komisaris Utama Barito Pacific Group Prajogo Pangestu tampak di antara ratusan undangan yang memadati gedung senilai total Rp 50 miliar itu. “Kami tak menerima uangnya, seluruhnya dikoordinasikan pihak donatur dan diserahkan kepada kami berupa gedung ini,” kata Rektor UGM Dwikorita Karnawati. Empat konglomerat lain yang menyumbang gedung yang dilengkapi laboratorium dan perpustakaan itu, antara lain Barito Pacific, Astra, The Djarum Foundation, Indofood, dan Agung Sedayu Group.
Gedung lima lantai di atas tanah seluas 5.800 itu berada di kawasan Padukuhan, Sleman, Yogyakarta. Setiap lantai berisikan tiga ruang kelas, laboratorium sistematika tumbuhan, fisiologi tumbuhan, mikroteknik tumbuhan, taksonomi, perpustakaan, dan ruang monitoring. “Gedung yang bagus, semoga dari sini menghasilkan riset berkualitas dan bisa diaplikasikan untuk masyarakat,” ujar Prajogo Pangestu.
Gagasan mendirikan bangunan untuk Fakultas Biologi UGM ini bergulir sejak Februari 2015, kemudian disusul peletakan batu pertamanya pada 13 Juni 2015. “Begitu mendengar paparan Pak Pratikno (Rektor UGM ketika itu, yang kini Menteri Sekretaris Negara) waktu itu kami semua langsung setuju menyumbang,” ujar G. Sulistiyanto. Kala itu, Pratikno yang melakukan presentasi di depan para konglomerat tadi, baru saja dilantik Presiden Joko Widodo selaku Menteri Sekretaris Negara.
Pratikno, yang kini menjadi Ketua Majelis Wali Amanat UGM, mengatakan seyogianya gedung ini mendorong penelitian dari kampus yang bermanfaat untuk masyarakat. “Masalah obat misalnya seharusnya bisa jauh lebih murah jika banyak penelitian yang bisa bersinergi dengan kebutuhan masyarakat,” ujar Pratikno. ”Negara yang kuat di bidang riset dan pengembangan sudah lama menggandengkan perguruan tinggi dan sektor privat. Kami coba mengadopsi,” kata Franky O. Widjaja.
WAHYU MURYADI