TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta menilai Tim Komite Bersama Reklamasi Pantai Utara Jakarta tidak transparan dan akuntabel. Pasalnya, sejak pembentukan tim pada 18 April lalu oleh Menteri Koordinator Kemaritiman terdahulu, Rizal Ramli, hasil kajian tersebut belum bisa diakses hingga saat ini.
“Atas sikap menutup informasi yang dilakukan Kementerian Koordinator Kemaritiman terhadap kajian reklamasi, kami mengajukan sengketa informasi kepada Komisi Informasi (KI),” ujar pengacara publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta, Tigor Hutapea, dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 5 Oktober 2016.
Tigor mengatakan Kementerian Koordinator Kemaritiman sempat merespons informasi yang diminta oleh pihaknya, tapi yang diberikan hanya sekadar untuk memenuhi kewajiban prosedural dan tidak substantif. Informasi yang diberikan sangat singkat dan tidak komprehensif terkait dengan kajian lingkungan, sosial, dan hukum.
“Jika Kemenko Maritim menyetujui reklamasi Teluk Jakarta, terutama reklamasi Pulau G, pemerintah harus bisa menunjukkan hasil kajian komprehensif yang menyatakan bahwa secara dampak ekologis dan sosial, reklamasi patut dilanjutkan,” kata Tigor.
Sementara itu, peneliti Indonesian Center for Environmental Law (ICEL) Rayhan Dudayev menilai, apabila kajian komprehensif tersebut tidak dapat dilanjutkan, rekomendasi Kementerian Koordinator Kemaritiman dapat dikatakan berdasarkan pengembang saja. Sampai batas waktu yang ditetapkan untuk memberikan informasi berdasarkan Undang-Undang Keterbukaan Informasi, Kementerian tidak memberikan informasi yang sesuai dengan permintaan Koalisi Selamatkan Teluk Jakarta.
“Sikap tertutup yang dilakukan Kemenko Maritim itu, kata Tigor, menimbulkan tanda tanya bagi masyarakat,” kata Rayhan.
Dia menuturkan, proses pembuatan kebijakan yang tertutup ini bertentangan dengan Pasal 3 Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik yang menjamin hak warga negara untuk mengetahui rencana pembuatan kebijakan, program kebijakan, dan proses pengambilan keputusan publik, serta alasannya. Kemudian, berdasarkan Pasal 5 Peraturan Komisi Informasi (KI) Nomor 1 Tahun 2013, penyelesaian sengketa informasi publik melalui KI dapat ditempuh apabila pemohon tidak puas terhadap tanggapan atas keberatan yang diberikan.
Sebelumnya, Koalisi Selamatkan Jakarta menyayangkan keputusan Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Pandjaitan yang menyatakan reklamasi Teluk Jakarta dapat dilanjutkan. Menurut mereka, ini bertentangan dengan apa yang disampaikan Rizal Ramli. Perbedaan pernyataan ini seharusnya juga dibarengi dengan kajian komprehensif yang dilakukan menteri baru.
LARISSA HUDA