TEMPO.CO, Probolinggo - Sebelum dikenal dengan gelar Dimas Kanjeng, Taat Pribadi sejak awal ingin terkenal. Ia selalu mengklaim mempunyai kemampuan mengeluarkan uang banyak dari balik bajunya.
Ia pun sempat mengundang beberapa wartawan di Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, pada 2006 untuk memperlihatkan aksinya mengeluarkan puluhan lembar uang kertas asli pecahan Rp 100 ribu.
Baca: BI Periksa Keaslian Uang Dimas Kanjeng
Pengikut Dimas Kanjeng Yakin yang Ditangkap Polisi Jelmaannya
"Sebelum dia beraksi, kami dijamu berbagai jenis makanan. Orangnya ramah,” kata salah satu wartawan media cetak lokal yang enggan disebut namanya, Kamis, 6 Oktober 2016.
Waktu itu, rumah Taat belum megah seperti sekarang serta belum punya pedepokan dan santri. “Yang menyaksikan hanya beberapa wartawan, anaknya, dan tetangga sekitar,” ucapnya.
Penampilan Taat pun masih sangat sederhana, tidak seperti sekarang dengan baju jubah kebesaran dan mahkota ala raja sebelum ditangkap polisi. “Waktu itu, hanya pakai songkok warna hitam, baju koko warna putih, dan slayer warna hitam di lehernya,” tuturnya. Badan Taat saat itu juga tak segemuk sekarang dan berkumis agak tebal.
Setelah jamuan makan selesai, Taat pun menunjukkan aksinya mengeluarkan puluhan lembar uang Rp 100 ribu. Setelah aksinya selesai, Taat berpesan kepada wartawan. “Jangan lupa ya masuk koran,” kata wartawan senior di Probolinggo dan sekitarnya ini menirukan Taat.
Sikap Taat yang ingin dikenal dan memamerkan kemampuannya itu bertolak belakang dengan pernyataan Marwah Daud Ibrahim, santri yang juga Ketua Yayasan Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Menurut Marwah, Taat seorang yang rendah hati. “Beliau itu rendah hati dan sebenarnya enggak mau diambil foto atau videonya saat 'proses' serta enggak mau disebarluaskan,” kata Marwah.
“Proses” adalah istilah yang dipakai Marwah dan para santri Taat lain yang maksudnya sebuah kegiatan ketika Taat bisa sampai memunculkan barang secara tiba-tiba, termasuk uang.
Marwah tetap yakin Taat punya kemampuan memindahkan barang dari dimensi gaib ke dimensi nyata. Bahkan, menurut dia, kasus pembunuhan dan penipuan dengan modus penggandaan uang yang menimpa Taat dianggap bagian dari kriminalisasi. “Ini kriminalisasi. Kalau anak bangsa yang punya potensi seperti ini dihambat, apa jadinya negara ini,” ucapnya.
Taat, 46 tahun, disangka sebagai dalang pembunuhan dua bekas anak buahnya: Ismail Hidayah dan Abdul Gani. Selain Taat, sembilan orang lain dijadikan tersangka, yakni orang-orang kepercayaannya dan orang suruhan.
Ismail dan Gani diduga dibunuh karena khawatir membocorkan rahasia penipuan dengan modus penggandaan uang yang dilakukan Taat selama ini. Taat juga menjadi tersangka kasus penipuan dengan modus penggandaan uang dengan kerugian mencapai ratusan miliar rupiah.
ISHOMUDDIN
Baca juga:
Keterpilihan Ahok Merosot: Inilah 3 Hal Menarik & Mengejutkan
Heboh Manifesto Komunis: Polisi Gegabah Sita Buku Malaysia