TEMPO.CO, Jakarta - Bagian Legal PT Artha Pratama Anugerah Wresti Kristian Hesti Susetyowati kembali dicecar Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi mengenai uang Rp 1,5 miliar yang diberikan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat Edy Nasution. Uang itu diduga diberikan agar Edy membantu pengurusan sengketa lahan ahli waris di Tangerang.
Wresty menjelaskan perkara itu berawal dari putusan Raad van Justitie Nomor 232/1937 tertanggal 12 Juli 1940 atas tanah di Tangerang milik dari ahli waris Tan Hok Tjioe. Tanah itu kini dikuasai oleh PT Jakarta Baru Cosmopolita, anak perusahaan Lippo Group, dan telah dijadikan lapangan golf Gading Raya Serpong.
Wresty mengatakan ia diminta Presiden Direktur PT Paramount Enterprise Indonesia Ervan Adi Nugroho untuk mengonsultasikan surat permohonan eksekusi dari pihak lawan. "Saya diminta menemui Pak Edy Nasution di PN Jakarta Pusat," kata dia saat bersaksi untuk Edy Nasution di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu, 5 Oktober 2016.
Pada pertemuan itu, Wresty mengatakan Edy setuju untuk membantu. Caranya dengan mengubah redaksional surat dari belum bisa dieksekusi menjadi tidak bisa dieksekusi. Namun, bantuan itu tidak gratis.
Menurut Wresty, permintaan imbalan itu tidak disampaikan secara langsung. "Beliau meminta uang untuk event badminton di Bali. Jumlahnya Rp 3 miliar," ucapnya.
Dalam surat dakwaan, uang Rp 3 miliar untuk mengurus sengketa itu berasal dari permintaan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. Namun karena dinilai berat, pihak Paramount hanya memberikan Rp 1,5 miliar.
Saat Jaksa Penuntut Umum KPK memperdengarkan rekaman percakapan antara Wresty dan Edy Nasution, terungkap bahwa Nurhadi berperan dalam pengurusan sengketa lahan di Tangerang.
"Jangan dikirim ke mana-mana dulu ya, soalnya ini mau dikirim ke Pak Nur dulu," kata Wresty kepada Edy seperti yang terdengar di telepon. Sesuatu yang dikirim itu maksudnya adalah surat eksekusi yang diubah redaksinya.
Jaksa Penuntut Umum KPK pun bertanya siapa Pak Nur yang dimaksud Wresty. Tangan kanan Chairman PT Paramount, Eddy Sindoro, itu lantas menjawab bahwa Pak Nur yang dimaksud adalah Nurhadi.
Edy Nasution didakwa menerima suap sebesar Rp 1,7 miliar dari petinggi Lippo Group. Uang itu juga diduga diberikan agar Edy membantu pengurusan sejumlah perkara yang menjerat anak-anak perusahaan Lippo Group. Di antaranya adalah PT Jakarta Baru Cosmopolitan, PT Paramaount Enterprise Internasional, PT Mitropolitan Tirta Perdana, dan PT Across Asia Limited.
MAYA AYU PUSPITASARI
Baca juga:
Jessica Wongso Dituntut Pidana 20 Tahun Penjara
Kiswinar Laporkan Mario Teguh ke Polda