TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo menyebutkan fungsi intelejen TNI lebih diutamakan dalam upaya penyelamatan para warga negara Indonesia yang disandera kelompok separatis di Filipina Selatan. Hal itu terkait wilayah gerak TNI yang terbatas karena aturan teritorial Pemerintah Filipina.
"Jadi TNI dapat dikatakan hanya telepon-teleponan, berkoordinasi. Hanya itu yang dilakukan," kata Gatot di kantornya, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Selasa, 4 Oktober 2016.
Menurut Gatot, TNI mengutamakan fungsi komunikasi saat memantau kondisi para sandera. "Kan secara undang-undang kita tak boleh ke sana. Namun (jika) tidak ada itu (UU), TNI berangkat."
Gatot tidak mempermasalahkan pendapat sejumlah pihak yang meragukan usaha TNI dalam menyelamatkan sandera. Yang terpenting adalah bebasnya WNI dari kelompok separatis di Filipina Selatan tersebut.
Baca: Tax Amnesty Tahap I, di Negara Inilah Mereka Menyimpan Harta
"TNI hanya melaksanakan intelijen. Titik. Mau dibilang kita tidur-tiduran, ya memang begitu, yang jelas sandera bebas," tutur Gatot.
Gatot memberi sinyal positif terkait upaya penyelamatan sisa dua WNI yang masih ditawan. Keduanya, yang masing-masing bernama Robin Peter dan M. Nasiratas, merupakan sisa awak kapal Charles 001 yang diculik di Perairan Sulu sejak Juni 2016.
"Untuk dua orang ini, saya minta doa semoga minggu ini ada berita gembira," kata Gatot.
Pemerintah baru membebaskan tiga awak kapal Charles dari tangan Abu Sayyaf. Dari total tujuh orang, awak kapal Charles yang bebas dari penyanderaan bertambah menjadi lima, usai dua orang berhasil melarikan diri pada 17 Agustus 2016 lalu.
Simak: Dimas Kanjeng Tersangka: Detik-detik Abdul Gani Dihabisi
Ketiganya dibebaskan Sabtu lalu, 1 Oktober 2016, dan sempat menjalani tes kesehatan di Sulu, sebelum diserahkan kepada pemerintah Indonesia yang diwakili Kedutaan Besar RI di Manila.
Tak hanya awak kapal Charles, Pemerintah juga baru membebaskan empat WNI lain yang menjadi korban Abu Sayyaf di perairan Malaysia. Keempatnya terdiri dari tiga nelayan asal Nusa Tenggara Timur yang bekerja di kapal berbendera Malaysia, yaitu Emanuel (40 tahun), Lorence Koten (34 tahun), dan Theodorus Kopong (42 tahun). Sementara seorang lagi adalah Herman Manggak, nelayan asal Sulawesi Selatan yang juga diculik di perairan Sabah, tapi di waktu yang berbeda.
YOHANES PASKALIS