TEMPO.CO, Bandung - Kepala Kepolisian Daerah Jawa Barat Inspektur Jenderal Bambang Waskito mengatakan sudah memulai penelusuran indikasi pelanggaran hukum yang mengakibatkan banjir bandang Sungai Cimanuk, Garut, Jawa Barat. “Ini perintah Presiden Joko Widodo di depan Rumah Sakit Garut, harus dilakukan penegakan hukum kalau ada unsur pelanggaran hukum,” kata Bambang di sela Rapat Musyawarah Pimpinan Daerah di Gedung Sate, Bandung, Selasa, 4 Oktober 2016.
Bambang menuturkan sudah mengirim anak buahnya mengumpulkan fakta lapangan di daerah hulu Sungai Cimanuk. “Ada tiga undang-undang yang akan dikenakan, yakni Undang-Undang Lingkungan Hidup, Kehutanan, dan Korupsi. Fakta unsur ini memenuhi semua dengan penemuan tim lidik saya, yang sudah mendapat fakta di atas (hulu sungai) pasca banjir bandang itu,” kata dia.
Baca: Hacker Videotron Porno Ditangkap
Di forum pertemuan yang dihadiri Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan, Wakil Gubernur Deddy Mizwar, Pangdam III/Siliwangi Mayor Jenderal TNI Hadi Prasojo, Kepala Kejaksaan Tinggi Setia Untung Ari Muladi, Kepala BPKP Jawa Barat Deni Suardini, perwakilan anggota DPRD, Bupati Garut Rudy Gunawan, serta Bupati Sumedang Eka Setiawan itu, Bambang meminta bantuan untuk mendapat informasi soal batas hutan di kawasan hulu Sungai Cimanuk.
Bambang mengaku, secepatnya akan melakukan pemanggilan sejumlah pihak untuk mendapatkan keterangan berkaitan dengan indikasi pelanggaran hukum yang terjadi di kawasan hulu sungai itu.
Selepas pertemuan itu, Bambang juga menuturkan fakta-fakta lapangan mengarah pada dugaan pelanggaran hukum mengacu pada tiga undang-undang itu termasuk dugaan korupsi. “Fakta-fakta mengarah ke situ, akan kami sidik lagi supaya jelas duduk perkaranya,” kata dia.
Simak: Nikahan Asty Ananta Ditentang, Beda Agama atau Membangkang?
Bambang melanjutkan, salah satu yang akan ditelusuri adalah perizinan penggunaan lahan di kawasan hulu Sungai Cimanuk yang berdiri kebun sayuran hingga tempat wisata. “Itu yang dimatangkan, dikaji ulang terus siapa pemiliknya, siapa pemodalnya, siapa yang nyuruh, dan siapa yang mengeluarkan izin. Awalnya dari situ,” paparnya dia.
Direktur Reserse Kriminal Khusus, Kepolisian Daerah Jawa Barat, Komisaris Besar Ama Kliment Dwikorjanto membenarkan sudah menemukan fakta indikasi pelanggaran hukum di kawasan hulu Sungai Cimanuk yang berimbas pada banjir bandang Garut. “Baru satu fakta yang kita temukan, belum bisa kita lakukan tindakan penyidikan, masih penyelidikan,” ujar Kliment selepas pertemuan itu, Selasa, 4 Oktober 2016.
Kliment mengatakan, indikasi pelanggaran hukum itu di antaranya penggunaan hutan di luar peruntukannya. “Kemudian, ada biaya keluar di situ, mungkin mengarah ke korupsi,” tambahnya.
Baca juga: Ini 4 Penyebab Tren Elektabilitas Ahok Terus Menurun
Menurut Kliment, lokasi yang ditelusuri penyidik itu berada di bagian selatan Gunung Papandayan, Garut. “Bagian selatan Papandayan yang berdampak banjir bandang kemarin,” kata dia.
Gubernur Jawa Barat Ahmad Heryawan di pertemuan itu mengusulkan pembentukan Satuan Manunggal Satu Atap (Samsat) yang terdiri dari perwakilan semua unsur pimpinan daerah mulai dari pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota, kepolisian, TNI, kejaksaan, hingga BPKP untuk menangani masalah hulu Sungai Cimanuk. “Ketika jadi Samsat, di situ ada penegakan hukum dan ada penanganan menyeluruh dan utuh,” tutur Gubernur Jawa Barat yang biasa disapa Aher.
Aher mengungkapkan, di kawasan hulu ada lahan seluas 1.950 hektare milik PD Agrobisnis dan Pertambangan (PDAP), perusahaan daerah milik Jawa Barat yang kini sudah pailit dan asetnya diserahkan pada perusahaan daerah yang baru dibentuk, yakni PT Agro Jawa Barat. “Tanahnya sudah dijarah masyarakat sejak tahun 2008, bahkan jauh sebelum itu,” imbuhnya. Menurut Aher, lahan itu kini berstatus tanah negara karena Hak Guna Usaha (HGU) lahan itu sudah habis batas waktunya, dan tidak bisa diperpanjang karena dijarah petani penggarap.
Simak juga: Dahlan Iskan Dikaitkan dengan Dimas Kanjeng, Ini Ceritanya
Aher mengatakan, penjarahan lahan juga dialami lahan hutan yang dikelola Perhutani dan BKSDA di kawasan hulu Cimanuk. Dia mengusulkan, soal penjarahan lahan akan digarap oleh Samsat yang akan dibentuk itu untuk mengembalikan lagi status tanahnya. “Kalau menghadapi penjarahan, siapa yang bisa menyelesaikan. Apalagi ada orang-orang pembesar dan mantan pembesar di sana. Yang bisa menyelesaikan itu TNI dan Polri,” pungkasnya.
AHMAD FIKRI