TEMPO.CO, Bangkalan - Penggantian Ketua DPRD Bangkalan, Jawa Timur dari Fuad Amin Imron kepada Imron Rosyadi pada 31 Agustus 2016 lalu, tidak hanya membuat Fuad Amin lengser dari kursi ketua dewan. Terpidana kasus suap dan pencucian uang itu juga otomatis dipecat sebagai anggota DPRD Bangkalan.
"Sejak diganti, beliau (Fuad Amin) sudah bukan anggota dewan lagi," kata Wakil Ketua I DPRD Bangkalan, Fathkurrahman, Senin, 3 Oktober 2016.
Sebenarnya, kata Ji Kur, sapaan Fathkurrahman, sejak kasusnya inkrah dengan ditolaknya banding yang diajukan oleh Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta pada 3 Februari 2016, maka status Fuad Amin gugur demi hukum karena Mantan Bupati Bangkalan selama dua periode itu tidak mengajukan kasasi. Tak hanya menolak banding, pengadilan juga memperberat hukuman Fuad Amin dari 8 menjadi 13 tahun penjara. "Kalau sudah inkrah, tidak perlu menunggu diganti atau tidak oleh partainya," ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Bangkalan lainnya Abdurrahman mengamini pernyataan Fatkurrahman. Menurut dia, yang memecat Fuad Amin sebagai anggota dewan adalah Gubernur Jawa Timur. "SK Gubernur itu berbunyi mengangkat dan memberhentikan, artinya beliau bukan anggota dewan lagi," imbuh dia.
Sekarang, kata politikus Partai Demokrat itu, untuk mengisi jatah satu kursi kosong setelah Fuad Amin dipecat, tinggal keputusan Partai Gerindra selalu partai pengusung Fuad Amin. "Posisi beliau diganti, sampai sekarang saya belum menerima permohonan PAW dari Gerindra," tuturnya.
Pendapat berbeda diungkapkan Ketua DPRD Bangkalan Imron Rosyadi. Menurut pemahamannya, selama belum dilakukan pergantian antar waktu (PAW), maka Fuad masih berstatus sebagai anggota dewan. "Pemahaman kami begitu," tambah Imron.
Lalu kapan Fuad Amin akan diganti, politikus Partai Gerindra ini belum dapat memastikan. PAW, kata dia, merupakan kewenangan DPC Partai Gerindra. "Tapi coba tanya Sekwan, soal PAW Sekwan yang mengerti teknis surat menyurat," kata dia.
Selama menjadi Bupati dan Ketua DPRD Bangkalan, Fuad disebut telah menerima uang yang diduga merupakan hasil tindak pidana korupsi. Salah satunya dari bos PT MKS Antonius Bambang Djatmiko sebesar Rp 18,05 miliar.
Uang suap diberikan Bambang agar Fuad yang saat itu menjabat sebagai Bupati Bangkalan memuluskan perjanjian konsorsium kerja sama antara PT MKS dan PD Sumber Daya, serta memberikan dukungan untuk PT MKS kepada Kodeco Energy terkait permintaan penyaluran gas alam ke Gili Timur.
Fuad juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan mengalihkan harta kekayaannya ke sejumlah rekening di bank, membeli sejumlah aset berupa tanah dan bangunan, serta mobil yang diatasnamakan istri dan anak Fuad.
Fuad juga menggunakan identitas orang lain untuk membuka sejumlah rekening di bank. Dia mengajak orang tersebut untuk membuka rekening di bank. Kemudian, semua buku rekening dan kartu ATM dikuasai oleh Fuad.
MUSTHOFA BISRI