TEMPO.CO, Garut - Pemerintah Kabupaten Garut, Jawa Barat, mengaku kelimpungan untuk menangani korban banjir bandang yang terjadi pada 20 September 2016 lalu. Alasannya karena pemerintah daerah tengah mengalami defisit anggaran sebesar Rp 395 miliar.
Kekurangan anggaran ini diakibatkan karena ditundanya transfer dana alokasi umum dari pemerintah pusat. “Kita cukup kesulitan. Kemampuan keuangan daerah jadi salah satu pertimbangan, untuk merencanakan semua itu (korban banjir),” ujar Sekretaris Daerah Kabupaten Garut, Iman Alirahman, Senin, 3 Oktober 2016.
Menurut dia, kebutuhan yang paling mendesak yakni dana jaminan hidup bagi para korban bencana. Jumlah dana yang dibutuhkan sekitar Rp 4,5 miliar dengan rincian setiap pengungsi mendapatkan jatah Rp 10 ribu setiap harinya. Dana itu untuk memenuhi kebutuhan hidup selama enam bulan menjelang proses relokasi. Jumlah korban terdampak banjir ini mencapai 2.525 orang.
Tak hanya itu dana untuk kebutuhan tanggap darurat juga menggunakan pos anggaran yang lain. Alasannya karena dana bantuan tidak terduga (BTT) yang salah satunya diperuntukan bagi penanganan bencana, tidak ada dananya. Padahal dalam anggaran daerah pemerintah mencantumkan sebesar Rp 1,7 miliar. “Dana BTT dalam APBD itu hanya angka saja, uangnya tidak ada. Beruntung pak bupati bisa mencarikan dana tanggap darurat sebesar Rp 500 juta,” ujarnya.
Iman mengaku selama masa tanggap darurat ini para korban banjir bandang dapat ditanggulangi dengan sumbangan yang berasal dari luar seperti bantuan pemerintah pusat, provinsi, BUMN dan dari berbagai kalangan termasuk masyarakat dari luar Kabupaten Garut.
Kekurangan dana yang dialami Garut setiap bulannya mencapai Rp 81 miliar. Akibat kekurangan dana ini, pemerintah daerah juga cukup kesulitan untuk membayar gaji pokok pegawainya. Kekurangan gaji saja mencapai Rp 18 miliar setiap bulannya.
Karena itu, untuk meringankan deficit anggaran pemerintah daerah melakukan efesiensi anggaran. Salah satunya dengan menghentikan sejumlah proyek pembangunan. Selain itu, pemerintah juga menundaan pembayaran proyek yang sudah dikerjakan. Efesiensi lainnya dengan menghapus perjalanan dinas, makan minum dan tunjangan pegawai. “Kita juga menunggak pembayaran BPJS bagi pegawai,” ujar Iman.
Untuk menutupi kebutuhan anggaran, saat ini pemerintah mengajukan pinjaman ke Bank Jabar Banten. Jumlah pinjaman yang diajukan sebesar Rp 120 miliar. “Kita sudah sampaikan ke pemerintah pusat, tinggal menunggu kebijakan dan kearifannya. Semoga korban bencana bisa ditanggulangi,” ujar Iman.
Bencana banjir bandang sungai Cimanuk ini merusak ratusan rumah warga dan menyebabkan 34 orang meninggal dunia serta 19 orang hilang.
SIGIT ZULMUNIR