TEMPO.CO, Surabaya - Khatib Syuriah Pimpinan Wilayah Nahdlatul Ulama (PWNU) Jawa Timur Syafrudin Syarif mengatakan apa yang dilakukan Dimas Kanjeng Taat Pribadi bukanlah penyimpangan agama melainkan penyalahgunaan agama. Menurut Syarifudin, pimpinan Padepokan Dimas Kanjeng itu tidak mengerti agama.
"Karena memang dia tidak mengerti tentang agama dan tidak pernah memberi pengajian. Dia hanya mengelabui pengikutnya dengan mengundang orang untuk berceramah," ujar Syarif kepada wartawan di kantor PWNU Jawa Timur, Sabtu, 1 Oktober 2016.
Syarif mengaku sejak 2014 pihaknya diminta ulama setempat untuk mengeluarkan fatwa terhadap Padepokan Dimas Kanjeng Taat Pribadi. Namun Syarif meminta bersabar sembari mencari cela padepokan, sebab dengan pengikut ribuan orang dan sumber dana yang sangat besar harus berhati-hati.
Baca: Pangdam Brawijaya: Oknum TNI-Polri Tameng Dimas Kanjeng
Dengan terungkapnya kasus penipuan dan penggandaan uang yang dilakukan Dimas Kanjeng, Syarif meminta pemerintah menutup padepokan. Dia mengimbau kepada para pengikutnya sadar dan kembali kepada ulama dan kiai yang sebenarnya. "Dimas Kanjeng bukan kiai dan pedepokannya juga bukan pesantren."
Dia pun berharap Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama Probolinggo, Majelis Ulama Indonesia, serta organisasi Islam di Probolinggo membantu pemerintah merehabilitasi dan memberikan arahan kepada pengikut Dimas Kanjeng. Terutama mereka yang masih setia tinggal di Padepokan Dimas Kanjeng di Probolinggo.
Baca: Wagub Saifullah Yusuf Minta Padepokan Dimas Kanjeng Ditutup
Wakil Gubernur Jawa Timur Saifullah Yusuf juga meminta Padepokan Dimas Kanjeng ditutup. Menurut Gus Ipul—sapaan Saifullah—ajaran Taat Pribadi terbukti menyesatkan masyarakat. "Sebaiknya (padepokan itu) ditutup saja," katanya saat ditemui di Gedung Negara Grahadi, Sabtu, 1 Oktober 2016.
Saifullah menuturkan, bila padepokan itu tidak segera ditutup, dia khawatir akan semakin banyak orang yang datang ke tempat tersebut. Selain itu, kata Saifullah, Padepokan Dimas Kanjeng sudah pantas ditutup karena dinilai menyebarkan ajaran takhayul. "Sebaiknya aktivitas menyebarkan ajaran-ajaran yang menyimpang dari syariat Islam dihentikan saja," ujarnya.
Ia pun mengusulkan agar bangunan padepokan itu dibuat sekolah atau pesantren. Sebab, jika dimanfaatkan untuk sekolah atau pesantren, bahan ajarnya bisa dipantau.
NUR HADI | EDWIN FAJERIAL
Baca juga:
Ingat Skandal Papa Minta Saham? Nama Novanto Dipulihkan: Aneh Sekali!
Pilkada DKI: Awas, Tiga Jebakan Ini Bisa Kini Ahok Kalah