TEMPO.CO, Trenggalek - Gempa bumi beruntun yang melanda Kabupaten Trenggalek selama bulan lalu menyebabkan warga waswas akan timbulnya bencana tanah longsor. Sebab selama September, kabupaten di sisi selatan Jawa Timur ini lima kali dilanda gempa dengan skala bervariasi.
Bupati Trenggalek Emil Elestianto Dardak mengatakan gempa bumi beruntun itu belum menyebabkan timbulnya tanah longsor. Meski secara umum kontur tanah Trenggalek tergolong labil, tapi longsor yang terjadi di sejumlah kecamatan bulan lalu murni akibat hujan deras. “Longsor kebanyakan terjadi karena curah hujan tinggi,” kata suami artis Arumi Bachsin ini, Sabtu, 1 Oktober 2016.
Selain curah hujan, longsor disebabkan penutupan lahan yang kurang optimal. Akibatnya, ketika terjadi hujan deras membuka peluang rekahan dan runtuhnya material ke tempat yang lebih rendah.
Emil belum mengetahui penyebab terjadinya gempa beruntun itu. Gempa terjadi pada 10 September 2016, disusul 21 September 2016. Adapun gempa ketiga terjadi Kamis, 22 September 2016, pukul 01.07 WIB.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika menyebutkan gempa pertama berkekuatan 5 skala Richter (SR) pada kedalaman sepuluh kilometer, berjarak 192 kilometer barat daya Trenggalek. Gempa kedua berkekuatan 2,9 SR di kedalaman 55 kilometer dengan pusat gempa 52 kilometer tenggara Trenggalek pada pukul 14.28 WIB. Gempa ketiga dengan kekuatan 5,1 SR di kedalaman sepuluh kilometer, pusat gempa berada 108 kilometer tenggara Pacitan.
Sedangkan gempa keempat terjadi pada 29 September, pukul 02.37, dengan kekuatan 3,4 SR, disusul gempa kelima yang terjadi pada hari yang sama dengan kekuatan 3,2 SR.
Warga mengaku waswas terhadap munculnya gempa beruntun ini. Tak sedikit yang mengaitkan gempa tersebut dengan bencana longsor yang terjadi akhir-akhir ini. “Paling takut kalau pas hujan deras, sebab biasanya longsor terjadi saat itu,” kata Kelik, warga Kecamatan Panggul.
HARI TRI WASONO