TEMPO.CO, Jakarta - Beberapa raja dari kerajaan di nusantara mendatangi Markas Besar Polri di Jalan Trunojoyo Nomor 1, Jakarta Selatan pada hari ini, Jumat, 30 September 2016. Raja Gowa, Andi Maddusila Sultan Alauddin II atau Andi Maddusila Andi Idjo ikut dalam rombongan ini.
Mereka mendatangi Mabes Polri untuk mengadukan masalah konflik antara Kerajaan Gowa dan Bupati Gowa, Sulawesi Setalan. "Kami diterima Wakil Kepala Polri Komjen Syafruddin, didampingi Kepala Bareskrim, Asisten Kapolri Bidang Operasi, dan Wakil Kepala Badan Intelijen dan Keamanan Polri," kata Sekretaris Jenderal Silaturahmi Nasional Raja Sultan Nusantara Indonesia, Upu Latu Benny Ahmad Samu-Samu, seusai mengadu ke Mabes Polri.
Benny menjelaskan, mereka meminta Kepolisian agar menunjukkan fungsi, tugas, dan wewenangnya dalam menangani kasus Kerajaan Gowa. "Tidak semata-mata hanya melihat pejabat atau apa, atau apa," katanya.
Konflik antara Kerajaan Gowa dan Bupati Gowa ini sudah lama terjadi. Konflik ini mengakibatkan terjadinya kebakaran di kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Gowa, beberapa hari lalu. Saat itu, massa pro Kerajaan Gowa berunjuk rasa di kantor DPRD Gowa menolak Peraturan Daerah yang mengangkat Bupati Gowa sebagai Raja Gowa.
Andi Maddusila mengatakan kebakaran itu merupakan dampak dari pembongkaran benda pusaka milik Kerajaan Gowa. Ia bercerita, peristiwa pembongkaran itu terjadi pada malam Hari Raya Idul Adha, 11 September lalu. Andi Maddusila mengaku punya rekaman CCTV. Dari rekaman CCTV itu, kata dia, ada sekitar 12 orang pelaku pembongkaran brankas di antaranya Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo dan Wakil Bupati Abdul Rauf.
Andi Maddusila mengatakan kerugian Kerajaan Gowa atas pembongkaran brankas itu tak ternilai harganya. "Isinya peninggalan sejarah, dari Belanda, pemberian Ratu Wilhelmina," kata dia. Salah satu isinya, katanya, adalah emas. Total barang yang hilang setelah kejadian itu sekitar 20 kilogram. Menurut dia, brankasnya sendiri sudah hancur.
Juru bicara Kerajaan Gowa Andi Hasanuddin menambahkan, sebelum kejadian ini sudah ada konflik antara kerajaan dengan pemerintah daerah. "Konflik pertama, beliau sebagai raja (Maddusila) pernah berseteru di dalam pilkada bupati selama tiga kali. Bupati tidak mau menerima dia sebagai raja," kata Hasanuddin.
Ia mengatakan Andi Maddusila dilantik sebagai Raja Gowa ke-37. Dalam pelantikan itu, katanya, Kerajaan Gowa membuat konsep wisata untuk dunia, tapi Bupati Gowa Adnan Purichta Ichsan Yasin Limpo menentangnya.
Konflik kedua, kata Hasanuddin, terjadi saat kerajaan hendak mengadakan rekonsiliasi. Kegiatan ini berlangsung pada halal bi halal di bulan Ramadan lalu. Hasanuddin mengatakan bupati dipanggil untuk memberi arahan kepada pengurus kerajaan, tapi bupati tidak menerimanya.
"Ketiga, beliau (bupati) mau jadi raja di Gowa sementara tidak ada keturunan dan hubungan keluarga," kata Hasanuddin. Menurut dia, bupati juga menerbitkan peraturan daerah yang berisi pengangkatan bupati Gowa sebagai Raja Gowa. "Yang melantik sebagai raja adalah Ketua DPRD. Padahal raja secara turun-temurun dilantik oleh masyarakat adatnya," ujar Hasanuddin.
Andi Maddusila mengatakan, setelah pertemuan tersebut, Wakil Kapolri Syafruddin memutuskan kasus di Gowa akan ditarik dan ditangani oleh Mabes Polri, baik kasus pembongkaran benda kerajaan maupun pembakaran di kantor DPRD Gowa. "Saya yakin tuntas di Mabes Polri, karena Wakapolri yang menjamin. Yang bersalah dijadikan tersangka," kata Andi Maddusila.
Menurut dia, kepolisian di sana terkendala menangani kasus ini lantaran Bupati Gowa adalah keponakan dari Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo.
Kepala Badan Reserse Kriminal Polri, Komisaris Jenderal Ari Dono Sukmanto mengatakan Raja Gowa datang ke Mabes Polri sekaligus memberikan informasi perkembangan di sana. "Ini menyangkut indikasi oknum pemerintah dan kerajaan," katanya.
Dia membenarkan kasus ini akan ditangani oleh Mabes Polri. "Nanti ada tahapannya, gelar perkara dulu. Pokoknya itu semua kasus ditangani," kata Ari.
REZKI ALVIONITASARI