TEMPO.CO, Sleman - Majelis hakim Pengadilan Negeri Sleman menghukum pidana dua pembawa lari anggota eks Gerakan Fajar Nusantara (Gafatar) dokter Rica Tri Handayani. Kedua terdakwa itu, Eko Purnomo dan Veni Orinanda itu divonis dengan hukuman berbeda oleh majelis hakim.
Keduanya tidak terbukti menculik sebagaimana dakwaan pertama. Tetapi para terdakwa terbukti melakukan dakwaan kedua, melanggar pasal 332 KUHP. "Telah terbukti secara sah dan meyakinkan secara bersama-sama melakukan tindak pidana melarikan perempuan dengan tipu muslihat, kekerasan atau ancaman kekerasan, dengan maksud untuk memastikan penguasaannya terhadap perempuan itu, baik di dalam maupun di luar perkawinan" kata ketua majelis hakim Ninik Hendras Susilowati, Kamis, 29 September 2016.
Hakim menjatuhkan pidana penjara kepada Eko selama dua tahun. Sedangkan Veni dihukum satu tahun penjara. Pidana penjara itu dikurangi dengan masa tahanan yang sudah mereka jalani yang sejak Januari 2016.
Barang bukti berupa tas, komputer jinjing, hard disk eksternal, lima flash disk, beberapa telepon seluler, tiga kartu seluler, micro SD, uang tunai Rp23 juta dan lain-lain termasuk delapan lembar surat pamit dokter Rica dikembalikan kepada jaksa. Karena masih ada terdakwa lain dalam kasus yang sama.
Pertimbangan hakim memvonis mereka bersalah karena menggunakan ayat-ayat Al Quran untuk perbuatan tipu daya dan mempengaruhi korban. Perbuatan terdakwa menimbulkan trauma korban.
Saat Rica berangkat bersama-sama anggota eks Gafatar di Bandara Adisutjipto 30 Desember 2015, terdakwa meminta telepon selulernya. Nomor dan semua data di ponsel Rica dihapus. Sehingga dokter asal Lampung itu tidak bisa berkomunikasi dengan keluarga. Setelah sampai di Kalimantan, nomor telepon diganti yang baru.
Sedangkan hal yang meringankan adalah mereka berlaku sopan dan belum pernah dihukum. Hukuman Feni lebih rendah karena saat ini masih mempunyai anak yang masih berusia di bawah tiga tahun.
Vonis hakim itu jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa yang menuntut selama tujuh tahun. Jaksa menyatakan terdakwa terbukti melakukan pasal penculikan. Penculikan ini, menurut jaksa bukan penculikan biasa karena menimbulkan keresahan dan kekacauan dalam masyarakat. Kasus ini akibat program eks Gafatar yaitu fase hijrah. Puluhan ribu orang hijrah ke Mempawah, Kalimantan Barat tergiur iming-iming kehidupan lebih baik seperti yang diajarkan Gafatar.
Dua terdakwa meminta waktu tujuh hari untuk menentukan banding atau tidak. "Kami minta waktu tujuh hari untuk menentukan upaya banding atau tidak," kata pengacara Jeremias Lemek.
Seusai sidang, Jeremias mengatakan, vonis itu jauh dari harapan. Karena jaksa menggunakan pasal penculikan untuk menuntut kliennya. Kalau jaksa tidak menggunakan pasal 332 KUHP untuk tuntutan, sedangkan hakim menggunakan pasal 332, itu berarti jaksa tidak mempertimbangkan pasal itu. "Pledoi kami juga tidak dipertimbangkan."
Jaksa penuntut umum Johan Iswahyudi juga piki-pikir soal vonis ini. Karena putusan hakim jauh dari tuntutan jaksa "Kami juga masih pikir-pikir," kata dia.
MUH SYAIFULLAH