TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri dugaan keterlibatan Direktur Utama Perusahaan Umum Badan Urusan Logistik (Bulog) Djarot Kusumayakti dalam kasus yang kini menjerat Irman Gusman.
Irman diduga menerima suap dari pengusaha agar mempengaruhi Bulog menambah jumlah kuota gula impor di CV Semesta Berjaya.
Baca:
Kabur dari Jurnalis, Jaksa Farizal Menyelinap di Kemacetan
Peneliti: Dagang Pengaruh Harus Masuk Delik Antikorupsi
Ini Alasan KPK Tolak Penangguhan Penahanan Irman Gusman
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Laode Muhammad Syarif mengatakan keterangan Djarot sangat dibutuhkan dalam penyidikan kasus ini. "Saya yakin sangat dibutuhkan karena menurut informasi dari penyelidik, semua yang ada hubungannya dengan kasus itu, khususnya di bagian percakapan yang didapat oleh KPK, akan diperiksa," katanya di kantor KPK, Jumat, 23 September 2016.
Saat ini, KPK sudah mengantongi bukti berupa sadapan percakapan antara Irman dan Djarot. Dalam percakapan itu diketahui bahwa Djarot mengalihkan jatah gula DKI Jakarta ke Sumatera Barat. Hal itu diduga dilakukan atas permintaan Irman.
Pengacara Irman, Razman Arief Nasution, membenarkan adanya percakapan antara kliennya dan Djarot. Menurut Razman, alasan Irman menelepon Djarot saat itu adalah karena ia mengecek harga gula di pasar telah naik.
Sebelumnya, Irman menelepon Memi, pengusaha gula yang ia kenal. Memi mengatakan harga gula naik lantaran pasokan kurang. Memi lalu meminta Irman menghubungi Bulog agar membantu menambah pasokan.
Saat menghubungi Djarot, kata Razman, Irman bertanya ihwal pasokan gula di Sumatera Barat yang menipis. Lantas Djarot mengatakan bersedia membantu. "Bagaimana cara kami bantu?" kata Djarot kepada Irman seperti yang ditirukan Razman. Lantas Irman menjawab, "Bulog harus terlebih dahulu memiliki mitra."
Akibat dugaan kongkalikong itu, Irman dicokok KPK. Saat tertangkap tangan, penyidik menemukan uang Rp 100 juta yang diduga berasal dari Direktur Utama CV Semesta Bejaya Xaveriandy Sutanto.
MAYA AYU PUSPITASARI