TEMPO.CO, Cirebon - Ahli Psikologi Forensik, Reza Indragiri menyarankan agar pelaku geng motor dihukum mati. “Hukuman maksimal, hukuman mati,” kata Reza dalam talkshow Strategi Penanggulangan ‘Geng Motor’ Sebagai Bentuk Perilaku Menyimpang, Selasa, 20 September 2016, di Cirebon.
Alasannya, tindakan yang sudah dilakukan geng motor terencana dan merugikan orang banyak. Di antaranya, “Pembegalan (geng motor) bukan kejahatan spontan.”
Polisi kerap mendapati sejumlah senjata tajam saat merazia geng motor. Selain itu kejahatan yang mereka lakukan sudah meresahkan masyarakat, pengguna jalan di sepanjang jalan yang mereka lalui. Sehingga, kata Reza, penanganannya harus dilakukan secara represif. “Hukuman maksimal, hukuman mati,” ujar Reza.
Polisi juga diminta menjerat geng motor dengan pasal berlapis-lapis sehingga kecil kemungkinan mereka bisa lolos dari hukuman. Orang tua pelaku geng motor yang masih di bawah umur, harus dipanggil untuk ikut diperiksa. Ini penting, karena Indonesia sudah memiliki undang-undang perlindungan anak yang menyebutkan jika ada anak yang terlibat kasus hukum maka sanksi sosial yang harus dikedepankan. Termasuk dengan melibatkan orangtua dalam setiap pemeriksaan.
Reza juga menyoroti peran pers. Media, kata dia, seringkali memberitakan saat ada kejadian. “Sehingga nama mereka terangkat dan justru membuat mereka semakin bangga.” Seharusnya sorotan harus dilakukan hingga ada putusan pengadilan. Sehingga berita yang ditampilkan bisa menimbulkan efek jera bagi pelaku.
Sedangkan pemerhati anak, Seto Mulyadi, mengatakan jika manusia termasuk seorang anak memiliki naluri agresif. Naluri ini bisa membuat dirinya berprestasi jika disalurkan secara positif. “Tapi jika penyalurannya salah, bisa berdampak negatif.”
Jika salah, maka seorang anak bisa melukai, menyiksa bahkan membunuh orang lain. Karenanya hingga kini pihaknya pun tetap berkonsentrasi untuk menghentikan semua kekerasan terhadap anak. “Secara tidak sadar, kekerasan terhadap anak sebenarnya sudah dilakukan oleh orangtua kepada anak mereka,” kata Seto.
Seto pun mendorong dibentuknya satgas perlindungan anak di tiap RT, RW maupun sekolah. Karena saat ini menurut Seto satgas itu baru ada di Tangerang Selatan dan Bengkulu.
Sementara itu Direktur Reskrim dan Umum Polda Jawa Barat, Komisaris Besar Raden Iman Raharjanto, mengungkapkan jika kejahatan yang dilakukan geng motor di wilayah hukum Jawa barat cukup tinggi. “Sejak Januari lalu, setidaknya ada 50 kasus kejahatan akibat geng motor yang terjadi di Jawa Barat.”
Kasus paling banyak terjadi kejahatan yang dilakukan geng motor tersebar di Kabupaten Bandung, Kabupaten Sukabumi, Kabupaten Sumedang, Kabupaten Cirebon dan Indramayu. “Sekitar 50 persen pelaku kejahatan geng motor diketahui berstatus pelajar,” ujar Iman.
IVANSYAH