TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan pemerintah tetap mendorong penggunaan sistem e-voting atau pemungutan suara online dalam Pemilihan Umum 2019. Rekomendasi ini, menurut dia, muncul setelah rapat koordinasi pembahasan Rancangan Undang-Undang Penyelenggaraan Pemilu di Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan.
Menurut Tjahjo, pemerintah mengajukan usul tersebut untuk membantu Komisi Pemilihan Umum mempercepat proses penghitungan suara. "Kami ingin e-voting," kata Tjahjo di Hotel Bidakara, Jakarta, Selasa 20 September 2016.
Tjahjo memaparkan, teknologi e-voting telah berhasil digunakan Pemerintah Filipina dalam pemilihan presiden 2016 yang dimenangkan Rodrigo Duterte. Teknologi tersebut, menurut dia, dirancang dengan bantuan ahli teknologi informatika asal Indonesia. "Dalam waktu tiga jam dapat diketahui calon presiden yang menang," kata dia.
Toh, pengembangan teknologi e-voting, menurut Tjahjo, sudah berada di Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi. Penerapan e-voting akan memangkas proses dan waktu pengiriman rekapitulasi suara dari setiap tempat pemungutan suara ke KPU pusat. "Yang penting akurasi dan kecepatan," kata Tjahjo.
Sebelumnya, Ketua KPU Juri Ardiantoro menolak penerapan e-voting dan lebih merekomendasikan e-rekap atau rekapitulasi online. Dia menilai, perancangan dan penerapan e-rekap lebih realistis. Penggunaan e-voting, menurut dia, masih memerlukan kajian dan persiapan yang lebih panjang.
Juri juga menilai, penyelenggara pemilu dan masyarakat belum tentu siap dengan model pemungutan suara online. E-rekap, kata dia, bisa jadi solusi terhadap keamanan suara yang selama ini menjadi sengketa pemilu.
ARKHELAUS W
Baca:
Ahok Ungkit Nazar Amien Rais 'Nyeker' Yogyakarta-Jakarta
Presiden Duterte: Gagal Berangus Korupsi 6 Bulan, Bunuh Saya