TEMPO.CO, Kendari- Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam kecewa saat menghadiri penandatanganan nota kesepahaman pembangunan New Port Kendari di ruang rapat kantor gubernur, Selasa, 20 September 2016. Nur Alam jengkel lantaran merasa tidak lagi dianggap sebagai gubernur dan pemegang kendali pemerintah Sulawesi Tenggara setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus izin pertambangan nikel di Pulau Kabaena.
Di hadapan para tamu undangan serta sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), pria yang karib disapa Bolo itu menyesalkan ketidakhadiran Kepala Kantor Syahbandar dan Otoritas Pelabuhan Kendari Akhriadi serta General Manager Pelindo IV Suparman. Padahal, kata dia, nota kesepahaman itu penting untuk mendorong kemajuan pembangunan di Sulawesi Tenggara.
"Kalau saya tahu begini, mendingan dikirim saja di meja saya nanti saya tandatangani. Saya masih Gubernur Sulawesi Tenggara, dan saya pikir yang hadir ini tidak berkompeten dan sejajar dengan saya," ujar Nur Alam dengan wajah kecewa.
Meski kecewa karena undangan yang hadir hanya lebih-kurang 40 orang, tapi Nur Alam mengatakan kegiatan itu tetap sah. Dia mengajak seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan ini agar dapat bekerja dengan komitmen tinggi.
“Segala sesuatunya harus dipenuhi dengan baik, jangan sampai dikemudian hari akan ditemukan masalah yang dapat menimbulkan risiko besar bagi keberlangsungan pemerintahan."
Kendari Newport rencananya akan dibangun di atas lahan seluas lima hektare di Pulau Bungkutoko, Kota Kendari. Namun, penandatanganan nota kesepahaman itu molor dari yang dijadwalkan pukul 09.30 dan baru terlaksana pukul 11.46.
Sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 23 Agustus 2016, penandatanganan nota kesepahaman merupakan kegiatan ketiga yang dihadiri Nur Alam. Dua kegiatan sebelumnya ialah pelantikan pejabat Bupati Bombana pada 29 Agustus 2016 dan pelantikan Bupati dan Wakil Bupati Muna pada 2 September 2016.
ROSNIAWANTY FIKRI