TEMPO.CO, Kediri – Polemik pendirian Universitas Brawijaya di Kediri terus berlanjut. Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Kediri Woro Reni Permana mengatakan, kegiatan perkuliahan yang akan dilaksanakan Universitas Brawijaya di Kediri dipastikan tak mengantongi izin Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dikti).
Menurut dia, hingga kini Dikti belum mengeluarkan rekomendasi perkuliahan tersebut terkait larangan kuliah jarak jauh yang diatur dalam Surat Edaran Direktur Kelembagaan Dirjen Dikti nomor 595/D5.1/2007 yang mulai berlaku sejak 27 Februari 2016. “Kami sudah memastikan hal ini ke Dikti,” kata Woro Reni kepada Tempo, Senin 19 September 2016.
Lantaran aktivitas kuliah jarak jauh itu pula, kata Reni, perkuliahan Universitas Brawijaya di Kediri sempat dihentikan beberapa waktu lalu. Kala itu seluruh mahasiswanya terpaksa ditarik ke Malang untuk menghindari sanksi dari Dikti. Karena itu Reni meminta kepada pemerintah Kota Kediri dan Universitas Brawijaya untuk menyelesaikan perizinan dengan Dikti terlebih dulu agar tidak mengorbankan calon mahasiswa.
Adapun klausul yang dilarang Dikti dalam peratuan tersebut adalah pelaksanaan perkuliahan jarak jauh dan kelas Sabtu – Minggu yang banyak dilakukan lembaga perguruan tinggi. Kuliah model ini dianggap melanggar norma dan kaidah akademik yang kualitas penyelenggaraan pendidikan dan kelulusannya tidak bisa dipertanggungjawabkan.
Baca:
Cuti Kampanye Empat Bulan, Ahok: Cuti Hamil Saja Tiga Bulan
WNA Denmark yang Mengemis di Bali Akhirnya Dideportasi
Tak hanya sistem perkuliahannya, Woro Reni juga mengkritisi pembangunan kampus tersebut yang tak melalui persetujuan dewan. Pendiriannya, dia melanjutkan, sempat dituding sebagai upaya ilegal karena tanpa sepengetahuan dewan, terutama pemanfaatan anggarannya. “Kami tak pernah diajak bicara pemerintah soal ini,” kata adik politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Pramono Anung ini.
Dikonfirmasi hal itu, Pemerintah Kediri menampik tuduhan tersebut. Kepala Bagian Humas Pemerintah Kota Kediri Apip Permana mengatakan sesuai Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 tahun 2016 tentang pedoman pengelolaan barang dan milik daerah, kerjasama berdasarkan azas pemanfaatan antar lembaga Negara, dalam hal ini Pemerintah Kota Kediri dengan Universitas Brawijaya tidak harus melalui persetujuan DPRD. “Kecuali hibah yang berisiko pemerintah kehilangan asetnya,” kata Apip.
Dalam kerjasama ini, Pemerintah Kota Kediri menyediakan lahan seluas 23 hektar di Kelurahan Mrican, Kecamatan Mojoroto untuk pembangunan kampus itu. Rinciannya, seluas 20 hektar untuk pendirian kampus, sedangkan sisanya seluas 3 hektar diperuntukkan masyarakat membangun tempat usaha. Kerjasama ini juga akan dievaluasi setiap lima tahunan oleh pemerintah untuk mengukur efektivitasnya.
Perihal tidak diterbitkannya izin Dikti terkait perkuliahan jarak jauh yang dilakukan, Apip juga membantah. Meski tak mengetahui pasti model perkuliahan yang akan dilakukan kampus tersebut kelak, namun dia memastikan bukan merupakan kuliah jarak jauh seperti yang dilarang Dikti. “Saya rasa yang bisa jawab kampus Unibraw,” katanya.
Rencananya kampus itu akan dibangun tiga lantai dan akan selesai pada akhir Desember 2016. Pendirian kampus ini akan menambah jumlah perguruan tinggi di Kota Kediri yang saat ini berjumlah 17 lembaga. Pemerintah berharap kampus ini cepat beroperasi dan bisa meningkatkan taraf ekonomi masyarakat sekitar.
HARI TRI WASONO