TEMPO.CO, Tulungagung - Banjir dan tanah longsor menerjang kawasan permukiman di Tulungagung dan Trenggalek. Sedikitnya empat desa di Kecamatan Bandung dan Kecamatan Besuki, Kabupaten Tulungagung, terendam air sejak Kamis malam, 15 September 2016.
Hujan deras sejak Kamis malam telah merendam permukiman penduduk di Desa Bantengan, Talun Kulon, dan Nglampir di Kecamatan Bandung. Air dengan cepat merangsek dari luapan Sungai Karang Tuwo yang tak mampu menampung debit air.
“Sejak dinihari tadi ketinggian air ada yang mencapai 1 meter,” kata Rahmawan, warga Desa Bantengan, Jumat, 16 September 2016.
Banjir yang terjadi saat masyarakat sedang beristirahat itu menimbulkan kepanikan. Mereka beramai-ramai memindahkan perabot rumah ke tempat lebih tinggi agar tak terjangkau air. Namun tak sedikit warga yang justru bersikap pasif dengan membiarkan rumah beserta barang-barangnya terendam air.
Kondisi serupa terjadi di Desa Tulungrejo, Kecamatan Besuki. Warga setempat beramai-ramai membendung halaman rumah mereka dengan pasir untuk menahan laju air. Sayangnya, upaya tersebut tak banyak membawa hasil, mengingat debit air yang merangsek ke permukiman cukup besar.
Hingga siang ini, tidak dilaporkan adanya korban jiwa dalam musibah tersebut. Namun ruas jalan nasional yang menghubungkan Kabupaten Tulungagung dengan Trenggalek sempat lumpuh akibat rendaman air.
Sementara itu, di Trenggalek, tanah longsor dan banjir juga dilaporkan terjadi di Kecamatan Watulimo dan Jurug Bang. Setelah diterjang hujan deras, air Sungai Mukus, yang melintas di Kecamatan Watulimo, meluap serta merendam permukiman di Desa Tasik Madu, Desa Margo Mulyo, dan Desa Prigi.
Kondisi ini diperparah tanah longsor, yang terjadi di Jurug Bang. “Plengsengan di Jembatan Goplo sebelah selatan juga hanyut terseret air,” kata petugas Badan Penanggulangan Bencana Daerah Trenggalek.
Tingginya intensitas bencana yang terjadi di Tulungagung dan Trenggalek membuat warga kecewa. Mereka berharap pemerintah daerah setempat bisa mencarikan solusi pembenahan aliran sungai agar tak cepat meluap saat musim hujan. Salah satu usul warga adalah dilakukan pengerukan dasar sungai yang mulai dangkal.
Sedangkan untuk tanah longsor di Trenggalek diharapkan segera dibangun plengsengan di jalur transportasi yang melewati tebing. Sebab tanah longsor kerap melumpuhkan akses transportasi dan mengancam jiwa.
“Dari dulu tidak pernah ada solusi untuk longsor,” ujar Dimas, warga Trenggalek, yang menilai tak banyak perubahan penanganan bencana di era pemerintahan Bupati Emil Elestianto Dardak ini.
HARI TRI WASONO