TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Komisaris Jenderal Suhardi Alius menyebutkan lebih dari 500 warga negara Indonesia yang berada di Suriah dan Irak sempat berkontak dengan kelompok radikal di sana. Para WNI yang oleh BNPT dijuluki Foreign Teroris Fighter (FTF) itu kini mulai kembali ke Indonesia.
"Saat kembali, mereka jadi masalah,” kata Suhardi seusai rapat dengar pendapat dengan Komisi Hukum DPR RI, Senayan, Kamis, 15 September 2016. BNPT harus mengantisipasi untuk mereduksi radikalisme mereka dengan membuat format yang melibatkan semua kementerian.
Menurut Suhardi, para WNI yang sebelumnya berangkat ke Suriah dengan berbagai alasan, dari pendidikan sampai ibadah, itu patut diwaspadai karena sebagian besar berbekal kemampuan militer. "Tapi, dari 500 orang itu, 69 di antaranya sudah meninggal dunia," ujar Suhardi.
Dia berjanji akan memastikan lagi jumlah WNI yang pergi maupun yang pulang ke wilayah Irak dan Suriah melalui kerja sama dengan Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM. Pasalnya, angka 500 yang disebut Suhardi masih perhitungan kasar.
BNPT juga berupaya memudahkan akses informasi lintas kementerian dan lembaga untuk penanggulangan terorisme. Lewat Kementerian Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan, pertengahan Agustus lalu, BNPT sudah menginisiasi pembentukan satuan tugas yang terdiri atas 17 kementerian dan lembaga terkait.
Suhardi pun menekankan bahwa bahaya radikalisme, yang biasanya menjadi akar pergerakan teroris, tak hanya berasal dari dalam lembaga pemasyarakatan. Publik, menurut dia, cenderung hanya memperhatikan napi dan kelompok teroris yang tersorot media. "Padahal anaknya, keluarganya (napi teroris) juga punya potensi radikal sama," kata Suhardi.
Anggota Komisi Hukum DPR RI, Wenny Warouw, mengatakan komisinya mendorong pemberlakuan program deradikalisasi. Namun mereka masih akan menunggu rincian program strategis BNPT. "Misalnya di Poso, di mana (program deradikalisasi) mau diterapkan? Siapa yang terlibat? Harus lebih jelas, lebih fokus," ujar Wenny yang ditemui seusai rapat.
Wenny mengatakan BNPT, sebagai leading sector isu terorisme, harus mendetailkan fungsi keterlibatan 17 kementerian dan lembaga yang ada dalam Satgas Terorisme. "Kalau perlu, kami minta daftar lampiran. Sebagai pengemban pengawasan kepada mereka (BNPT), Komisi Hukum harus tahu rincian itu."
YOHANES PASKALIS