TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi Kesehatan Dewan Perwakilan Rakyat Dede Yusuf mengapresiasi pengungkapan kasus pemalsuan obat oleh Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM). “Langsung bisa nangkepin orang, artinya sangat baik,” katanya di Cikini, Jakarta, Sabtu, 10 September 2016.
Dede menekankan pentingnya menguatkan satuan tugas yang sebelumnya dibentuk untuk kasus vaksin palsu. Menurut dia, pengungkapan kasus pemalsuan obat harus terus berlanjut. Selain itu, pihaknya mendorong agar BPOM melakukan penyidikan secara rutin dan menyeluruh ke daerah-daerah yang diduga menjadi tempat peredaran obat palsu.
Ia menduga pemalsuan obat banyak dilakukan. Sebab, 96 persen bahan bakunya masih impor karena tidak ada industri bahan kimia dasar yang memadai di Tanah Air. Bahan obat itu, kata Dede, selama ini dipasok dari India dan Cina.
Menurut Dede, impor obat dari dua negara tersebut berpotensi disalahgunakan menjadi obat-obatan yang berbahaya. Pencampuran bahan baku obat dengan bahan kimia lainnya bisa pula menghasilkan narkoba. “Diolah jadi amfetamin dan lain-lain,” ujarnya.
Meski begitu, Dede mengapresiasi upaya BPOM dengan kepemimpinan yang baru. Bersama kepolisian, BPOM merazia pasar obat rakyat di Pramuka, Jakarta Timur. Dari razia itu, ditemukan sejumlah obat yang diduga palsu, seperti obat asma dan kolesterol.
Tak hanya di Jakarta, BPOM juga menemukan obat palsu di Sulawesi Selatan, di daerah Parepare, Kota Palopo, Kabupaten Enrekang, Bulukumba, dan Gowa. Razia itu digelar setelah adanya temuan lebih dari 42 juta butir obat palsu di Sulawesi Selatan.
DANANG FIRMANTO