TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok mengatakan sikap yang ditunjukkan oleh mahasiswa pascasarjana Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Boby Febry Sedianto, adalah suatu pelanggaran. Dalam sebuah video, mahasiswa tersebut berorasi menolak Ahok. Video tersebut menjadi viral dan ramai diperbincangkan di media sosial.
Ahok berujar bila dia punya kewenangan, mahasiswa seperti Boby sudah dikeluarkan. "Karena dia enggak berguna, padahal mahasiswa disekolahin. Karena UI ini dibayar dengan APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara)," kata Ahok di Balai Kota, Rabu, 7 September 2016.
Menurut Ahok, mahasiswa perguruan tinggi negeri seharusnya sadar bahwa dirinya dibayar hingga lulus oleh uang rakyat. Ahok menilai mahasiswa tidak pantas dibiayai lagi oleh negara apabila melanggar Undang-undang Dasar 1945 dan berlaku rasis.
Dengan adanya kasus tersebut, kata Ahok, maka lulusan UI bisa dianggap hebat, tapi otaknya sangat anti-nasionalisme. "Harusnya dia dikeluarkan. Bila perlu dia pindah ke Timur Tengah, bikin parpol (partai politik) kalau mau menumbangkan Pancasila. Silakan," kata dia.
Sebagai warga negara, Ahok mengaku keberatan dengan sikap mahasiswa yang dianggap menjual nama almamaternya itu. Bahkan, Ahok menolak permintaan maaf Boby yang ditulis dalam bentuk surat dengan dibubuhi materai. "Kalau sudah lulus, lalu jadi pejabat, waduh mau jadi apa. Kalau jadi pejabat rasis begitu otaknya," kata Ahok.
Dalam surat bermeterai yang ditujukan kepada Rektor Universitas Indonesia yang telah tersebar itu, Boby menyatakan permohonan maaf serta penyesalannya kepada pihak kampus dan masyarakat luas. Boby sempat menyatakan dia merupakan perwakilan dari Gerakan Mahasiswa Pembebasan Universitas Indonesia dan menolak Ahok sebagai pemimpin Ibu Kota.
Menurut Boby, Ahok, yang bukan beragama Islam, tidak layak dipilih. Terlebih dia menilai Ahok telah gagal memimpin Jakarta selama periode jabatannya. Dia juga menyebutkan sederet kasus yang diduga melibatkan Ahok, dari dugaan korupsi Rumah Sakit Sumber Waras hingga reklamasi pantai utara Jakarta.
LARISSA HUDA