TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Kepala Kepolisian Republik Indonesia Komisaris Jenderal Budi Gunawan menyebutkan ancaman keamanan nasional dari eksternal semakin kompleks. "Bersifat asimetris dan tidak berpola," katanya di Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu, 7 September 2016.
Pernyataan ini disampaikan saat Budi menjalani uji kepatutan dan kelayakan sebagai calon Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) bersama Dewan Perwakilan Rakyat. Dalam sesi penyampaian visi, ia menuturkan beberapa ancaman strategis terhadap keamanan nasional yang harus diantisipasi oleh BIN.
Ketegangan di berbagai belahan dunia, kata Budi, turut menjadi faktor ancaman nasional. Seperti persaingan antara Amerika Serikat dan Rusia beserta sekutunya, konflik Laut Cina Selatan, ketegangan di Semenanjung Korea, gejolak di Turki, Timur Tengah, dan di Afrika Selatan.
Persaingan global di dalam bidang politik, hukum, dan keamanan juga terjadi dalam bentuk perang proxy. Perkembangan teknologi yang membuat penggunaan Internet dan telepon meningkat juga menjadi pemicunya. "Sehingga meningkatkan infiltrasi lewat dunia maya atau cyber war," tuturnya.
Selain itu, mantan Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Polri ini merasa perlu untuk mewaspadai perkembangan aliran-aliran ekstrem, yang memicu gerakan radikalisme dan terorisme. "Seperti dari ISIS dan jaringan kelompok teroris Santoso," kata dia.
Ancaman yang perlu diwaspadai lainnya adalah terkait dengan kelompok kriminal bersenjata di luar negeri. Sebab, dapat mengancam keamanan warga negara Indonesia. "Seperti penculikan oleh kelompok bersenjata di Filipina," ucap Budi.
Paham anti-Pancasila juga menjadi sorotan bekas ajudan mantan presiden kelima Megawati Soekarnoputri ini. "Kian berkembangnya aliran ekstrem kiri, seperti komunisme," ucapnya.
Ancaman lainnya, kata Budi Gunawan, sengketa di area perbatasan, pelaksanaan pilkada serentak 2017 dan 2018, serta pemilihan legislatif dan presiden 2019. "Potensi terjadi konflik sosial dan intoleransi.”
AHMAD FAIZ