TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Gubernur DKI Jakarta Djarot Saiful Hidayat memastikan Ilyas Karim, yang merupakan salah seorang warga Rawajati, Jakarta Selatan, yang terkena penggusuran, bukanlah pengibar pertama bendera merah putih saat Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.
Menurut Djarot, dia telah mengecek identitas asli dari sosok yang mengaku veteran itu. "Enggak benar, dia bukan pengibar bendera. Itu sudah ditanyakan kepada Wali Kota Jakarta Selatan (Tri Kurniadi)," katanya di Balai Kota, Selasa, 6 September 2016.
Djarot mengatakan pihaknya telah mengantongi bukti dari Dinas Sejarah TNI Angkatan Darat. Pengibar bendera saat itu hanya berjumlah dua orang, yakni Latief Hendraningrat dan Soehoed Sastro Koesoemo. Latief adalah seorang prajurit Peta berpangkat Sudanco (komandan kompi). Sedangkan Soehoed merupakan seorang pemuda dari barisan pelopor.
Djarot mengingatkan agar tidak terjadi pembelokan sejarah. "Yang mengibarkan bendera itu ada dua. Jangan ada pembelokan sejarah, dong. Bagaimanapun, Pak Latif dan Pak Soehoed Sastro Koesoemo punya keturunan," ujarnya.
Djarot mengatakan ada kemungkinan Ilyas Karim juga sama-sama pejuang pada zaman penjajahan dulu. Namun sudah dipastikan dia bukan pengibar bendera pusaka. Djarot pun menuturkan pemerintah DKI Jakarta sudah memberikan hibah berupa apartemen, tapi malah dijual.
Kejadian serupa pernah dialami Djarot saat ia menjabat Wali Kota Blitar, Jawa Timur. Waktu itu, tiba-tiba muncul orang yang mengaku sebagai Supriyadi, seorang tentara pribumi atau yang dulu dikenal dengan Peta (Pembela Tanah Air) di Blitar pada 1943. "Padahal dia kan sudah hilang. Gegerlah itu. Padahal Supriyadi pernah dipanggil Soekarno dan mau dijadikan menteri pertahanan, tapi enggak muncul," ucapnya.
Pada saat penggusuran di Rawajati, Ilyas Karim menyatakan diri sebagai seorang veteran. Ia menyebut diri sebagai pengibar bendera merah putih pertama.
LARISSA HUDA