TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok hari ini dijadwalkan menjadi saksi dalam sidang kasus suap reklamasi dengan terdakwa M. Sanusi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta Pusat. Ini adalah kali kedua Ahok menjadi saksi dalam kasus suap reklamasi.
"Pertama saksi buat Ariesman (bos Agung Podomoro Land)," kata Ahok di Balai Kota, Senin, 5 September 2016.
Ahok mengaku tidak mempersiapkan hal khusus, sehingga ia hanya menyampaikan hal-hal yang ia ketahui dan ia dengar. "Berkas untuk argumentasi kami siapin saja. Kami suka lupa tanggal berapa kejadian, itu sudah ditulis," katanya.
Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan Sanusi sebagai tersangka suap terkait dengan pembahasan rancangan peraturan daerah reklamasi. Suap reklamasi terungkap saat KPK mencokok Sanusi yang saat itu masih menjabat Ketua Komisi D Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI. Ia tertangkap tangan menerima duit Rp 2 miliar dari bos Agung Podomoro Land, Ariesman Widjaja, pada 31 April 2016.
Duit itu diduga diberikan agar anggota Dewan DKI menurunkan besaran kontribusi tambahan. Hal tersebut dilakukan Ahok memasukkan hitungan mengenai kontribusi tambahan itu ke raperda.
Namun, raperda itu tak kunjung disahkan dan menjadi pembahasan yang alot di kalangan legislatif dan eksekutif sehingga berujung penetapan tersangka terhadap Sanusi, Ariesman, dan Trinanda Prihantoro, selaku karyawan PT APL, oleh KPK.
Adapun dua tersangka lain adalah Ariesman dan karyawan Agung Podomoro Land, Trinanda Prihantoro. Belakangan, KPK juga menetapkan Sanusi sebagai tersangka pencucian uang.
Sedangkan ketua tim pengacara Sanusi, Maqdir Ismail, memprediksikan Ahok akan memberikan kesaksian seputar penetapan kontribusi tambahan sebesar 15 persen yang diminta dalam raperda. Terlebih, kata Maqdir, hakim sempat mempertanyakan komentar Ahok mengenai perubahan yang disampaikan Badan Legislatif Daerah (Balegda). "Yang ada coretan Ahok 'gila ini bisa jadi perkara korupsi'," kata Maqdir kepada Tempo.
Maqdir mengatakan dia akan mempertegas penetapan kontribusi 15 persen tersebut. Menurut dia, tidak ada jawaban konkret dari para saksi soal dasar penetapan itu. Selama ini Maqdir menilai keterangan saksi hanyalah asumsi, bahkan sampai kesimpulan pun masih berupa asumsi. "Kontribusi 15 persen itu tidak ada aturan. Dasaranya bagaimana?" katanya.
LARISSA HUDA