TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Pemenangan Pemilu Partai Golongan Karya Wilayah Jawa I (Jawa Barat, Banten, dan DKI Jakarta) Agun Gunandjar Sudarsa menyarankan partainya memperjuangkan untuk mengubah formula penghitungan konversi dari suara ke kursi dalam Pemilu 2019. Perubahan tersebut dianggap mampu mendongkrak jumlah kursi Golkar di parlemen.
Dalam Rapat Koordinasi Teknis Pemenangan Pemilu 2019 Partai Golkar, ia menyatakan target kursi Golkar di Jawa I sebanyak 17. Tapi hal ini bisa menjadi 23 kursi bila metode konversi suara diubah.
Metode yang berlaku saat ini dianggap merugikan partai besar. Agun mengatakan, di berbagai daerah, Golkar mampu mendapatkan kursi karena melewati batas bilangan pembagi pemilih (BPP). "Itu seluruhnya bukan dari sisa suara," ucapnya seusai rapat koordinasi di Hotel Menara Peninsula, Slipi, Jakarta, Sabtu malam, 3 September 2016.
Ia mencontohkan, di daerah pemilihan Jawa Barat I, BPP sebesar 220 ribu, dan Golkar mampu meraih 251 ribu suara. Sisa suara 31 ribu. Hal ini membuat partai berlambang pohon beringin tersebut berhak mendapatkan jatah satu kursi di parlemen.
Namun jatah kursi tersebut sama dengan partai lain yang mendapatkan suara kurang dari 50 ribu. Hal ini terjadi karena, ketika pembagian kursi, sisa suara dibagi habis sesuai dengan urutan sisa suara partai. "Bayangkan, yang 251 ribu suara dengan yang 50 ribu kursinya sama," ujarnya.
Agar adil, anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat tersebut menyarankan menggunakan standar legitimasi 50 persen + 1 dalam menghitung sisa suara. "Kalau tidak mencapai, sisa kursi itu jadi milik si partai urutan pertama yang pemilik BPP," tuturnya.
Jika masih ada sisa kursi kedua, itu menjadi jatah partai yang ada di peringkat kedua dan seterusnya. "Kalau mekanisme itu yang dilakukan, kursi kami (di Jawa I) bisa mencapai 23," katanya. Hal ini, menurut Agun, sesuai dengan sistem demokrasi.
AHMAD FAIZ