TEMPO.CO, Semarang - Uang menganggur milik Pemerintah Kota Semarang yang belum digunakan mencapai Rp 1,2 triliun. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kota Semarang menilai tingginya jumlah tersebut akibat satuan kerja perangkat daerah (SKPD) tidak mampu menyerap anggaran secara maksimal.
“Saat ini ada Rp 1,2 triliun di Pemkot Semarang. Itu uang nganggur," kata anggota Komisi Perekonomian DPRD Kota Semarang, Ari Purbono, Ahad, 4 September 2016.
Uang sisa lebih perhitungan anggaran (silpa) itu terus meningkat dari tahun ke tahun. Tercatat, pada 2014, uang mandek itu sebesar Rp 950 miliar, naik menjadi Rp 1,1 triliun pada 2015. Tahun ini, nilai silpa terus naik dari anggaran belanja Pemerintah Kota Semarang sebesar Rp 4,1 triliun.
Nilai uang yang mengendap itu menjadi alasan Ari mendukung kebijakan penundaan penyaluran sebagian dana alokasi umum (DAU) tahun anggaran 2016 oleh pemerintah pusat. Menurut dia, kebijakan itu tidak mengganggu belanja Pemkot Semarang.
“Justru kami menyayangkan, karena banyak SKPD tidak mampu menyerap anggaran secara maksimal,” ucapnya.
Ia khawatir uang yang tidak terserap itu mengendap di bank kemudian rawan menjadi kepentingan segelintir oknum pejabat.
Catatan Ari menunjukkan saat ini dana anggaran belanja daerah Kota Semarang terpangkas 25 persen atau sekitar Rp 219 miliar akibat kebijakan peraturan Menteri Keuangan yang memangkas dana belanja untuk efisiensi. Ari menyebutkan pemangkasan itu sebagai penundaan anggaran untuk daerah dan bukan penghapusan.
Ia menilai kebijakan Menteri Keuangan itu akan berdampak pada kreativitas pemerintah daerah yang lebih inovatif dan mandiri. “Sebab, pemerintah daerah rata-rata memiliki potensi mandiri kuat," ujarnya.
Sebelumnya, Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan telah membahas bersama SKPD terkait dengan pemangkasan anggaran yang dilakukan pemerintah pusat. Ia menyatakan akan menghemat anggaran belanja.
"Pemkot Semarang berupaya tidak terjadi defisit, maka akan menyusun anggaran dengan mengutamakan skala prioritas, terutama kegiatan yang langsung menyentuh masyarakat," kata Hendrar.
Selain itu, dilakukan rasionalisasi program yang sudah berjalan. Ia mencontohkan anggaran untuk Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) yang mencapai Rp 13 miliar. “Maka perlu dilakukan rasionalisasi, apakah benar maksimal terserap. Jika terserap 50 persen, misalnya, perlu rasionalisasi," ucapnya.
Ia juga segera mengevaluasi pembangunan besar lain, seperti pembangunan Sirkuit Tawang Mas, yang dianggarkan Rp 50 miliar. Program itu bakal dicek ulang, yang kemungkinan bisa ditunda. "Kalau memang harus ditunda, ya tunda. Bisa dianggarkan tahun depan," ujarnya.
EDI FAISOL