TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman Republik Indonesia mengungkap temuan-temuan yang berkaitan dengan pelanggaran dalam pelaksanaan penerimaan siswa baru atau Pendaftaran Peserta Didik Baru (PPDB) 2016.
“Berdasarkan hasil evaluasi kami, maka kementerian dan dinas terkait harus terus melakukan perbaikan hingga ke satuan jenjang pendidikan,” kata Komisioner Ombudsman Republik Indonesia Ahmad Suaedy kepada wartawan di gedung Ombudsman Republik Indonesia di Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta, Jumat, 2 September 2016.
Suaedy menjelaskan, temuan-temuan pelanggaran penerimaan siswa baru itu merupakan hasil investigasi yang dilakukan Ombudsman Republik Indonesia serta Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di seluruh Indonesia. “Pelanggaran didominasi penyimpangan prosedur dan pungutan tidak yang sah,” ujarnya.
Baca: Aksi Calo Bangku Sekolah di Depok, Satu Kursi Rp 16 Juta
Menurut Suaedy, pola pelanggaran atau penyimpangan dalam PPDB selalu berulang hampir sama setiap tahun. Pada 2016, setidaknya empat pola pelanggaran ditemukan Ombudsman, di antaranya rekayasa nilai pada PPDB online. Rekayasa nilai ini dilakukan guna mendapat kursi akibat persaingan yang ketat. Selain itu, ada siswa titipan yang terjadi karena penyalahgunaan wewenang dan jabatan di instansi pendidikan dan yang terkait.
Asisten Ombudsman Republik Indonesia Bidang Pendidikan Zainal Mutaqqin menjelaskan, ada pula pola penambahan kuota bangku sekolah dari jumlah yang ditentukan. Orang tua siswa yang anaknya bisa diterima di sebuah sekolah karena adanya penambahan kuota memberikan imbalan. Adapun pola lainnya berupa permintaan barang dan jasa atau pungutan yang dilakukan di luar prosedur yang berlaku.
Baca: Jual Bangku Siswa Baru, Kepala Sekolah Dipecat
Zainal mengatakan, selain melakukan investigasi langsung ke lapangan, Ombudsman Republik Indonesia serta Perwakilan Ombudsman Republik Indonesia di seluruh Indonesia membuka Posko Pengaduan PPDB. "Kami juga melakukan observasi ke instansi bersangkutan untuk mencari fakta dan indikasi penyimpangan," ucapnya.
Zainal memaparkan evaluasi pemantauan PPDB pada 2011-2016. Tiga jenis pelanggaran yang menjadi tren berdasarkan pengaduan yang diterima Ombudsman meliputi pungutan liar, penyimpangan prosedur, serta kelemahan kompetensi instansi pendidikan.
Temuan pelanggaran paling banyak terjadi di tingkat sekolah menengah atas sederajat. Pada tingkat SMA, yang paling banyak ditemukan adalah pungutan saat pendaftaran. Kemudian tingkat sekolah menengah pertama sederajat. Sedangkan tingkat sekolah dasar masih tergolong sedikit. “Panitia penerimaan sebagai kelompok terlapor terbanyak, diikuti dinas pendidikan, dan kepala sekolah,” tutur Zainal.
YOHANES PASKALIS