TEMPO.CO, Jakarta - Penolakan majelis hakim terhadap pencabutan berita acara pemeriksaan (BAP) pimpinan PT Kapuk Naga Indah, Budi Noerwono, dimanfaatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendalami kasus suap reklamasi. "Nanti akan dipelajari," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata melalui pesan pendek, Kamis, 1 September 2016.
BAP yang ingin dicabut itu menyebutkan adanya permintaan Rp 50 miliar kepada pimpinan Agung Sedayu Group, Sugianto Kusuma alias Aguan, untuk memuluskan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah Reklamasi. Permintaan itu disampaikan saat anggota Dewan DKI sowan ke rumah Aguan di Harco Mangga Dua, Jakarta Utara, pada Desember 2015.
Meski demikian, rupanya kesaksian Budi itu tak bisa dijadikan bukti untuk menjerat Aguan sebagai tersangka. Alex mengatakan lembaganya harus melakukan cross check pertimbangan hakim dan keterangan saksi dengan alat bukti.
"Satu keterangan saksi itu bukan bukti," ujar Alex. "Harus didukung keterangan saksi dan alat bukti yang lain."
Juru bicara KPK, Yuyuk Andriati Iskak, mengatakan lembaganya terus mendalami keterangan Aguan dan saksi-saksi yang hadir dalam pertemuan tersebut. Berdasarkan fakta-fakta yang ada, bukti untuk mentersangkakan Aguan rupanya belum cukup. "Masih harus diperkuat lagi," katanya.
Dalam perkara suap reklamasi ini, KPK menetapkan tiga tersangka, yaitu Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi, Ariesman Widjaja, dan Trinanda Prihantoro. Hari ini, Ariesman dan Trinanda menerima vonis dari majelis hakim.
Ariesman dijatuhi hukuman 3 tahun penjara dengan denda Rp 200 juta subsider 3 bulan kurungan. Sedangkan asistennya, Trinanda Prihantoro, dijatuhi hukuman 2 tahun 6 bulan bui dan denda Rp 150 juta subsider 3 bulan kurungan.
Keduanya terbukti secara bersama-sama menyuap Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi sebesar Rp 2 miliar. Pemberian itu dimaksudkan untuk memuluskan pembahasan Raperda Reklamasi Teluk Jakarta.
MAYA AYU PUSPITASARI