TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) mengajukan pengaduan ke Komisi Kejaksaan terkait dengan sikap Kejaksaan Agung yang lambat merespons kasus terpidana mati Merry Utami. Kuasa hukum dari LBH, Arinta Dea, menjelaskan, Kejaksaan Agung tidak memberikan kepastian pemulangan Merry ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Wanita Tangerang.
“Atas permohonan keluarga, kami meminta kejelasan dari kejaksaan untuk segera memindahkan Merry Utami. Kejaksaan terkesan lamban dan seolah-olah tidak mau bertanggung jawab. Kami juga merasa di ping-pong untuk sekadar meminta klien kami dipindahkan ke tempat yang lebih layak,” kata Arinta di gedung Komisi Kejaksaan, Jakarta, Selasa, 30 Agustus 2016.
Menurut Arinta, pihaknya telah mengajukan permohonan lisan dan tertulis kepada Kepala Lapas (Kalapas) Cilacap untuk memulangkan Merry ke Lapas Wanita Tangerang. Namun Kalapas mengklaim tidak memiliki kewenangan lantaran kasus Merry masih berada di bawah koordinasi jaksa eksekutor.
Baca Juga: Kisah Merry Utami, Dari TKI, Narkoba Sampai Dihukum Mati
“Kami (melakukan) audiensi ke Kejaksaan Negeri Tangerang dan mereka mengatakan ini kewenangan Ditjen Pas (Direktorat Jenderal Pemasyarakatan),” ujar Arinta.
Arinta menjelaskan, Merry telah mendekam di Lapas Wanita Tangerang selama 15 tahun. Di sana, Merry bisa melakukan banyak kegiatan, seperti mengikuti perlombaan saat Natal. Persaudaraan Merry dengan narapidana lainnya sudah terbangun kuat. Karena itu, Merry selalu bertanya bagaimana perkembangan proses pemindahannya.
“Ibu cukup stres karena tidak punya kegiatan dan hanya berada di sel isolasi setiap hari. Bu Merry butuh dikuatkan secara psikologis. Mentalnya perlu dikuatkan,” ucap Arinta.
Simak: Dua Permintaan Merry Utami Sebelum Dieksekusi
Merry divonis hukuman mati karena kedapatan membawa heroin 1,1 kilogram di dalam tasnya. Namun, pada Jumat, 29 Juli 2016, pemerintah menunda eksekusi mati perempuan yang pernah bekerja sebagai pembuat batu bata itu.
LANI DIANA