TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Ketua Komisi Pertahanan TB Hasanuddin mengatakan komisinya memberi tenggat waktu tiga pekan kepada pemerintah untuk membahas detail teknis, spesifikasi, dan menentukan harga pembelian satelit pertahanan. Alasannya, anggaran yang diajukan Kementerian Pertahanan senilai US$ 849 juta dianggap terlalu tinggi.
Menurut Hasanuddin, pemerintah dan DPR bersepakat duduk bersama membicarakan anggaran untuk pembelian satelit. "Bisa dilihat beberapa bagian yang lebih murah," ujarnya di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 29 Agustus 2016.
Ia memperkirakan, uang yang harus dikeluarkan tidak akan sampai US$ 849 juta. Namun berkisar US$ 650 juta, atau malah bisa lebih dikurangi. "Sebab, waktu kemarin juga belum jelas kegunaan, jangkauan, dan kebutuhannya. Koordinasi dengan TNI juga belum detail," tutur Hasanuddin.
Politikus Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini menambahkan, komisinya memiliki tim yang memonitor anggaran pengadaan satelit. "Harga dasarnya US$ 400 juta, tambahannya mungkin ada yang tidak perlu. Insya Allah tidak sampai US$ 650 juta," ucapnya.
Untuk sementara, anggaran Rp 1,3 triliun untuk satelit dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (APBNP) 2016 akan digunakan dengan beberapa ketentuan. Misalnya Rp 300 juta akan digunakan untuk memperpanjang sewa satelit selama 3 tahun atau Rp 100 juta per tahun.
Adapun dana Rp 1 triliun akan digunakan dengan beberapa syarat. Pertama, membentuk tim yang memperhatikan kebutuhannya. Kedua, melibatkan semua stakeholders pengguna satelit agar memiliki nilai guna yang optimal. Ketiga, semua encrypt dibuat di dalam negeri dan mampu digunakan pada band-band tertentu.
AHMAD FAIZ