TEMPO.CO, Kendari - Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam dinilai paling bertanggungjawab terhadap pencadangan lahan konsesi untuk perusahaan pertambangan nikel, PT Anugrah Harisma Barakah. Dalam memberikan lahan seluas 3.024 hektare di lintas kabupaten, yakni di Kecamatan Talaga, Kabupaten Buton dan Pulau Kabaena Selatan, Kabupaten Bombana, Nur Alam terkesan memaksakan kehendaknya.
Hal itu dikemukakan oleh mantan Bupati Bombana Atiku Rahman. Artiku menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi di Markas Kepolisian Resor Kota Bau-bau, Sabtu sore, 27 Agustus 2016, sekitar pukul 17.30 Wita.
Atiku menegaskan, dirinya tidak terlibat dalam pemberian ijin kepada PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB). Kepada penyidik dia mengatakan Nur Alamlah yang paling bertanggung jawab atas proses ijin pencadangan wilayah tambang PT AHB.
Menurut Atiku, pada 2011 dia bertemu Nur Alam di Jakarta. Pertemuan dilakukan di sebuah hotel. Nur Alam meminta Atiku membuat keterangan keabsahan operasi penambangan PT AHB. “Saya tolak. Tidak saya tanda tangani. Selain itu, juga saya sudah tidak menjabat bupati,” katanya kepada wartawan.
Atiku menjelaskan, PT AHB melanggar aturan karena melakukan penambangan di lahan PT Inco yang saat itu belum diciutkan kawasanya. Dia pernah meminta Kepala Dinas Pertambangan Cecep Trisnajayadi agar izin PT AHB dibatalkan. Atiku juga menyurati Nur Alam pada 31 Desember 2009. “Tapi malah tetap ditambang oleh PTAHB,” ujar Atiku.
Berdasarkan data yang dihimpun Tempo, pada 25 Oktober 2010 PT Inco resmi melepaskan lahanya seluas 3.000 hektare di Pulau Kabaena berdasarkan keputusan Kementerian ESDM. Selain itu, Nur Alam pernah digugat oleh PT Prima Nusantara Sentosa terkait tiga surat keputusan Nur Alam. Gugatan dilakukan di Pengadilan Tata Usaha Negara Kendari.
Salah satunya SK Nomor 828 yang dikeluarkan pada 31 Desember 2008. Beleid Nur Alam itu perihal pencadangan kawasan tambang PT AHB yang diduga tidak seusuai aturan. Saat itu, PT Prima Nusantara Sentosa yang mengelola lahan di Pulau Kabaena itu.
Sesuai salinan resmi putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Kendari tertanggal 10 Juni tahun 2011, SK Nomor 828 yang dikeluarkan Nur Alam pada 31 Desember 2008 sudah menabrak ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang pertambangan mineral dan batu bara.
Selama tiga hari berturut-turut, sejak 24 sampai 26 Agustus 2016, penyidik KPK berada di Kendari guna melakukan pemeriksaan terhadap 17 saksi. Mereka terdiri dari pejabat dan staf Pemerintah Provinsi Sulawesi Tenggara, Kabupaten Bombana hingga kabupaten Kolaka Utara.
Sabtu kemarin penyidik KPK melanjutkan pemeriksaan Markas Polres Kota Bau-bau. Selain Atuku, juga diperiksa enam orang. Termasuk pula pejabat Pemerintah Kabupaten Buton. Seluruh pemeriksaan terkait kasus Nur Alam yang telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada Selasa sore, 23 Agustus 2016.
ROSNIAWANTY FIKRI