TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi Keuangan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Mukhamad Misbakhun, menilai kenaikan cukai rokok bukan menjadi solusi untuk menekan konsumsi rokok. Menurut politikus Partai Golkar itu, apabila isu kenaikan cukai rokok terealisasi, hanya petani yang akan terkena dampak buruknya.
Menurut Misbakhun, kenaikan cukai dan harga rokok semakin menjerat petani tembakau dan industri kecil. Sebabnya, yang menikmati kenaikan bukan mereka, melainkan sisi perdagangan dan tengkulak. "Bagaimana petani tembakau tidak termarginalkan di saat industri mengalami kenaikan keuntungan," katanya di Jakarta, Sabtu, 27 Agustus 2016.
Ribut-ribut soal wacana kenaikan harga rokok menjadi Rp 50 ribu per bungkus berasal dari penelitian Kepala Pusat Kajian Ekonomi dan Kebijakan Kesehatan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany. Penelitian itu melibatkan 1.000 responden.
Baca: Wacana Harga Rokok Rp 50 Ribu, Ini Tanggapan Sampoerna
Hasil penelitian Thabrany dan kampusnya menyebutkan 82 persen responden yang disurvei setuju jika harga rokok dinaikkan. Bahkan 72 persen responden sepakat harga rokok dinaikkan menjadi di atas Rp 50 ribu per bungkus. Tujuannya mencegah pelajar merokok.
Misbakhun menjelaskan, 52,7 persen porsi siklus perdagangan rokok lari ke negara. Sedangkan 13 persen ke industri dan hanya 11 persen ke petani. Sisanya dinikmati pihak lain. Negara menguasai siklus perdagangan rokok, tapi belum ada pembinaan terhadap para pelaku industri rokok skala kecil dan petani.
Baca: YLKI: Musuh Petani Tembakau Bukan Harga Rokok, tapi...
Alasan itulah yang mendorong Misbakhun berencana mengajukan rancangan undang-undang pertembakauan. Ia beralasan, dalam rancangan tersebut, harga penentuan rokok dilakukan di daerah dengan melibatkan asosiasi petani. Selain itu, dalam peraturan nantinya akan ada pembatasan impor tembakau.
Rancangan undang-undang itu, kata Misbakhun, termasuk melindungi varietas unggul tembakau, seperti jenis Srintil, di Temanggung. Ia mengatakan seharusnya pemerintah melindungi petani. Industri rokok skala besar bisa bertahan lantaran menguasai pasar dengan modal besar. Namun pelaku industri skala kecil justru morat-marit.
DANANG FIRMANTO
Baca Juga
Terseret Kasus Korupsi Lippo, Ini Kata Nusron Wahid
Ups, Kepergok Anak Saat Bercinta? Lalu?