TEMPO.CO, Jakarta - Lamanya waktu tunggu keberangkatan haji ke tanah suci, diduga menjadi salah satu penyebab 177 warga Negara Indonesia nekad menggunakan kuota haji di negara itu.
Seperti diberitakan, sebanyak 177 WNI yang akan berangkat haji ditahan petugas Imigrasi Filipina, Jumat pekan lalu. Petugas Imigrasi Filipina melihat ada keanehan dalam paspor mereka.
Para jemaah itu merupakan warga Negara Indonesia yang memanfaatkan sisa kuota haji yang ditetapkan Pemerintah Arab Saudi untuk warga Filipina.
Mereka ditahan di Pusat Tahanan Biro Imigrasi Camp Bagong Diwa Bicutan, Manila. Mereka ditangkap bersama lima warga Filipina yang mengawal mereka ke maskapai Philipine Airlines untuk penerbangan ke Arab Saudi, Jumat lalu.
Sejumlah media asing menyebut WNI itu mengaku sebagai turis saat tiba di Filipina. Para WNI pun kabarnya menyetor hingga US$ 6-10 ribu ke pihak-pihak yang mengkoordinasi keberangkatan haji tersebut.
Kepala Kantor Kementrian Agama Kabupaten Nunukan, Kalimantan Utara M Shaberah mengungkapkan saat ini ada sekitar enam orang warga Nunukan yang sudah berada di tanah suci. Diketahui, mereka ke Mekkah menggunakan kuota haji Filipina.
"Tim Pendamping Haji kami sekarang di Mekkah dan bertemu lima sampai enam orang warga Nunukan di sana. Katanya mereka ke tanah suci lewat Filipina," kata Shaberah, Selasa, 24 Agustus 2016.
Shaberah mengatakan di Nunukan berangkat haji memang harus mengantre lama. Jika mendaftar sekarang, 24 tahun ke depan baru bisa berangkat.
Sementara jatah di Filipina, masih banyak kosong. Tahun ini saja, kata Shaberah, Filipina mendapat jatah dari Saudi Arabia mencapai 8.000. Tapi, yang terisi tak sampai 7.000. Artinya, memang masih banyak kurai kosong.
"Inilah yang dimanfaatkan biro perjalanan di sana untuk memenuhi kuota," kata dia.
Modus berhaji dengan memanfaatkan jatah Filipina, Shaberah mengakui, sudah berlangsung, sejak 2011. Tapi, selama itu pula tak pernah terbongkar.
Inspektur Jenderal Kementerian Agama Mochammad Jasin juga mengatakan wajar jika jamaah haji memilih Filipina sebagai tempat keberangkatan. Sebab, di sana mereka tak perlu mengantri lama seperti di Indonesia. Sisa kuota haji di Filipina masih terhitung ribuan. Namun, kata Jasin, tentu hal itu tidak dibenarkan untuk memalsu dokumen.
Menurut Jasin, kebohongan dokumen itu berasal dari paspor yang digunakan. Dalam paspor itu disebutkan bahwa para jamaah haji itu tinggal di wilayah selatan Filipina, seperti Maranau, Cebu, Mindanao, atau Kepulauan Sulu. "Faktanya kan dia orang Indonesia, berarti ada pemalsuan dokumen," katanya.
Bahkan di Sulawesi Selatan, Kepala Kementerian Agama Sulawesi Selatan Abdul Wahid Tahir, mengatakan animo masyarakat Sulawesi Selatan melaksanakan ibadah haji cukup tinggi. Tapi pendaftar haji tahun ini baru bisa berangkat haji pada 40 tahun yang akan datang.
"Jadi, banyak yang kemudian mencari jalur pintas untuk berangkat haji," ujar Abdul Wahid.
Tercatat, dari 177 WNI yang nekad berangkat haji dari Filipina itu terbanyak memang berasal dari Sulawesi Selatan, yakni sebanyak 70 orang.
Sisanya, dari daerah lain, yaitu Tangerang 17 orang, Jawa Tengah 11, Jawa Timur 8, Kalimantan Utara 9, Jawa Barat 4, DI Yogyakarta 2, Jakarta 9, Riau 1, Jambi 2, dan Kalimantan Timur 2 orang.
FIRMAN HIDAYAT | ABDUL RAHMAN | REZKI ALVIONITASARI | YOHANES PASKALIS | ISTMAN MP | MAYA AYU PUSPITASARI