TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Satu Keadilan, Sugeng Teguh Santoso, berharap permohonan gugatan uji materi terhadap Undang-Undang Pengampunan Pajak bisa berlanjut ke tahap pemaparan saksi ahli.
"Kami optimistis sidang ini akan dilanjutkan. Tim panel MK akan menyerahkan kepada majelis hukum dalam pleno, apakah sidang ini dilanjutkan atau tidak," ujar Sugeng, seusai sidang perbaikan gugatan UU Pengampunan Pajak, di gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu, 24 Agustus 2016.
Pada sidang perdana, 27 Juli 2016, majelis hakim memberi saran perbaikan. Hakim Konstitusi I Dewa Gede Palguna meminta pemohon memperbaiki kedudukan hukum permohonan sebagaimana diatur Pasal 51 Mahkamah Konstitusi. "Ada perbedaan kedudukan hukum untuk pemohon perseorangan dengan LSM. Ini harus diperbaiki, kalau kedudukan hukum tidak jelas bisa diputus no," katanya.
Menurut Sugeng, yang terpenting dalam sidang perbaikan ini adalah legal standing dari setiap pemohon. Dalam perbaikan gugatan, dia menjelaskan bahwa yayasannya merupakan entitas berbadan hukum. "Kami ambil posisi sebagai badan hukum yang punya kepentingan. Maka yang dibawa akta pendiriannya," ujarnya.
Serikat Perjuangan Rakyat Indonesia (SPRI) juga melakukan hal sama. Pada persidangan ini, mereka juga membawa akta pendirian, identitas ketua, dan sekretaris organisasi. "Semua terkait legal standing," ujarnya.
Sugeng menambahkan, bukti lain yang disertakan adalah bukti pembayaran pajak oleh yayasan. Menurut dia, yayasan memberikan setoran pajak secara tertib sehingga yayasan memiliki kepentingan dan kerugian secara konstitusional terhadap pemberlakuan UU Pengampunan Pajak ini.
Hakim Konstitusi Anwar Usman menilai bukti-bukti yang dibawa para pemohon sah dan terverifikasi. Ia menjelaskan tim panel hakim akan melaporkan kepada permusyawaratan hakim. "Yang memutuskan nanti adalah permusyawaratan hakim," katanya.
ARKHELAUS WISNU
Baca Juga:
Kejar Dana Tax Amnesty, Pemerintah Tambah Kantor Layanan
Uang Tebusan dari Tax Amnesty Sentuh Rp 1 Triliun