TEMPO.CO, Jakarta - Terkait dengan kasus korupsi penerbitan surat keputusan (SK) pertambangan di Sulawesi Tenggara, Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah sejumlah tempat di Kendari, Sulawesi Tenggara dan Jakarta. Dalam perkara tersebut, KPK menetapkan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam sebagai tersangka.
Di Kendari, KPK menggeledah kantor Gubernur Nur Alam, kantor biro hukum, kantor Energi dan Sumber Daya Mineral, serta empat rumah. Sedangkan di Jakarta, KPK menggeledah kantor di Pluit, rumah di Bambu Apus, dan rumah di Patra Kuningan.
"Semua tempat itu dianggap penyidik memiliki hubungan dengan kasus ini sehingga digeledah," kata Wakil Ketua KPK Laode Muhammad Syarif di kantornya, Selasa, 23 Agustus 2016.
Dalam penggeledahan sepuluh tempat tersebut, Laode mengatakan KPK sudah mendapat izin dari pengadilan. KPK tak bisa menggeledah tanpa surat izin itu. Sebab, Nur Alam ditetapkan sebagai tersangka bukan berdasarkan operasi tangkap tangan.
Namun Laode tak menjelaskan apa saja hasil temuan penggeledahan yang dilakukan KPK. "Sampai saat ini masih di lapangan sehingga dokumen apa saja belum dapat diinformasikan," katanya.
Dari pantauan Tempo, penggeledahan yang dilakukan di rumah istri Nur Alam, Asnawaty Hasan, di Jalan Mikasa D2, Patra Kuningan, berlangsung sekitar 6 jam. Penggeledahan berlangsung pukul 12.00 dan baru berakhir pukul 18.00. Saat ke luar rumah, penyidik terlihat membawa dua kardus dan satu koper besar berwarna biru.
Ketua RT 5 RW 4 Kompleks Mikasa, Supardi, yang ikut dalam penggeledahan, mengaku tak tahu apa saja yang dibawa penyidik KPK dari rumah itu. "Saya tahunya semua ruangan digeledah," ujarnya saat ditemui di depan rumah istri Nur Alam tersebut.
Ketika penggeledahan berlangsung, Nur Alam sedang berada di dalam rumah. Menurut Supardi, Nur duduk di ruang tengah mengenakan peci hitam. "Pak Nur Alam menyaksikan penggeledahan," ucapnya.
KPK menetapkan Nur sebagai tersangka kasus korupsi penerbitan SK perizinan pertambangan di Sulawesi Tenggara. Ia diduga melakukan perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi dengan mengeluarkan beberapa SK. "SK dikeluarkan tidak sesuai dengan aturan yang berlaku," kata Laode.
SK yang dikeluarkan Nur Alam di antaranya SK Persetujuan Pencadangan Wilayah Pertambangan, Persetujuan Izin Usaha Pertambangan (IUP) Eksplorasi, dan SK Persetujuan Peningkatan Izin Usaha Pertambangan Eksplorasi Menjadi Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi kepada PT AHB.
AHB merupakan perusahaan yang melakukan penambangan nikel di Kabupaten Buton dan Bombana, Sulawesi Tenggara. "Dia (NA) menyalahgunakan kewenangannya di izin eksplorasi ke PT AHD yang melakukan penambangan ilegal di Kabupaten Buton," ucap Laode.
Belum ada kepastian dari KPK berapa total keuntungan yang diraup Nur Alam. Namun Laode memastikan lembaganya memiliki bukti transfer dengan jumlah yang cukup signifikan. "Tapi belum diakumulasikan," ucapnya.
Laode mengatakan lembaganya menyelidiki kasus ini secara intensif dalam satu tahun ini. Menurut dia, modus yang digunakan Nur Alam selama itu sama, yaitu mengeluarkan izin surat pertambangan. Selanjutnya, perusahaan yang diberi surat izin pertambangan memberinya feed back.
MAYA AYU PUSPITASARI